Jakarta, CoreNews – Nasril Bahar, anggota Komisi VII DPR RI, menyayangkan belum ada kesepakatan soal harga sehingga tidak ada sinergi antara PT Inalum dan PLN. Hal ini menghambat produksi aluminium PT Inalum karena kebutuhan aluminium dalam negeri yang relatif tinggi.
“Inalum merupakan BUMN yang memproduksi aluminium. Sejak beroperasi tahun 1982, hitungan produksinya tidak lebih dari 250 ribu ton per tahun. Sementara demand atau kebutuhan dalam negeri sebesar 1,5 juta ton per tahun. Akibatnya Untuk memenuhi kebutuhan itu kita harus import. Padahal kita kaya dengan bauksit. Hal ini karena inalum tidak memilik energi listrik yang cukup untuk proses produksinya,” ungkap Nasril seperti dikutip dari laman DPR RI, Senin (17/7).
Masih menurut Nasril, dua Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) milik Inalum yakni PLTA Sigura-gura dan Tangga serta PLTA Asahan I belum memenuhi kebutuhan listrik untuk mencapai target produksinya. Sehingga Inalum butuh tambahan energi listrik yang tentu saja bisa diperoleh dari PLN.
Terkait hal tersebut, Dirut PT Inalum, Danny Praditya mengakui masalah harga yang belum ada kesepakatan. Meski demikian, pihaknya bersama PLN sudah mengadakan pertemuan, mencari solusi diantaranya dengan melakukan kerjasama operasional ataupun joint venture, di mana aset kedua perusahaan akan dijadikan satu dan PLN akan bisa mendapatkan upside ataupun bagian dari kepemilikan hasil produksi Inalum.
“Kami menyadari bahwa teman-teman PLN punya keekonomian pembangkitannya dan tentu kebijakannya akan mempengaruhi sektor lainnya oleh karena itu kami mencoba mencari beberapa opsi lain, termasuk Joint Venture atau kerjasama operasional. Insyallah dalam waktu dekat akan ketemu solusi bersama,” papar Danny.