Jakarta, CoreNews.id – Perombakan kabinet atau reshuffle yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai politis tidak efektif. Demikian pernyataan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin.
“Kalau kita bicara efektivitas, tentu tidak akan efektif. Mana ada ukuran efektivitas itu diukur hanya dalam waktu dua bulan seperti itu. Tapi kelihatannya basisnya adalah basis politik. Kepentingan politik,” ungkap Ujang seperti dikutip CNN Indonesia, Senin (19/8/2024).
Menurut Ujang, para menteri dan wakil menteri yang baru ditunjuk bentuk akomodasi politik kepentingan Jokowi selepas habis masa jabatan. Selain itu, mengakomodasi kepentingan transisi pemerintahan ke Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Ia mencontohkan penggantian Menteri Hukum dan HAM yang awalnya dijabat politisi PDIP Yasonna Laoly. Kini posisi itu diisi politisi Gerindra Supratman Andi Agtas. Ujang menyebut posisi tersebut merupakan jabatan yang sangat strategis.
“Dia tahu persis soal Undang undang. Karena kita tau undang undang dibuat itu DPR bersama pemerintah. Artinya sangat paham terkait dengan dinamika pembuatan perundang undangan,” ujarnya.
Namun, kata Ujang, Kemenkumham tidak hanya mengurusi hal tersebut. Kemenkumham juga mengurusi surat kepengurusan (SK) partai politik.
“Kemenkumham ini titik rawan dan penting bagi partai politik. Karena jika Ada kongres, muktamar, muktamar luar biasa, itu kan pengesahannya ada di kemenkumham,” katanya.
“Bahkan dulu di Golkar ada dua kubu di tahun 2014 ya, hingga konflik selesai. Antara kubu Pak Agung Laksono dengan Aburizal Bakrie. Di pengadilan yang menang adalah kubu Aburizal Bakrie. Tetapi yang di SK kan itu kan Agung Laksono. Oleh karena itu, ini yang menjadi titik krusial dan titik rawan ketika kita bicara kemenkumham,” tegasnya mencontohkan.
Kemudian, Ujang juga menyinggung posisi Menteri ESDM yang baru saja diberikan kepada Bahlil Lahadalia. Ujang ragu dengan kemampuan Bahlil di bidang ini.
“Saya melihat ini jabatan politis bisa diisi oleh siapa pun, oleh pihak pemenang, oleh pihak Pak Jokowi maupun Pak Prabowo,” beber Ujang.
“Dalam konteks itu saya melihat apa yang dilakukan oleh Pak Jokowi bahas politik saja, kalau soal keahlian, tentu tidak punya keahlian,” lanjutnya.