Jakarta, CoreNews.id — Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold (PT). Berdasar laman MKRI, ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) sebagaimana tercantum dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) tak hanya dinilai bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, namun juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable serta nyata-nyata bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.
Putusan MK ini disambut baik Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Menurut Juru Bicara PKS Ahmad Mabruri (2/1/2025), PKS merupakan salah satu pihak yang mengajukan permohonan ke MK untuk menghapus PT. Dari sekitar 35 permohonan yang telah diajukan ke MK, PKS merupakan pemohon yang ke-31, di mana akhirnya MK memutuskan untuk menghapus PT.
Menurut Mabruri kembali, enam dalil PKS dalam judicial review PT pada 2022 juga telah diakui dan disetujui MK. Namun, pada amar putusan MK kembali mengurung dirinya dengan alasan open legal policy. “Setelah kurang lebih 35 permohonan, dan PKS sebagai Pemohon 31. Semuanya ditolak MK dengan alasan open legal policy, kini MK membantah dalilnya sendiri dengan menghapus PT. Karena bertentangan dengan konstitusi”, pungkasnya.*