CoreNews.id, Jakarta – Para menteri luar negeri Asia Tenggara berkumpul untuk pertemuan pertama tahun ini di bawah kepemimpinan Malaysia. Pertemuan dilaksanakan di Langkawi, Malaysia, Minggu (19/1/2025), dilansir dari AP News.
Pertemuan ini bertujuan mencari solusi untuk konflik Myanmar dan ketegangan di Laut China Selatan. Myanmar diwakili oleh pejabat Kementerian Luar Negeri tingkat rendah setelah pemimpin junta dilarang menghadiri pertemuan ASEAN.
Malaysia menekankan bahwa pemilu di Myanmar harus inklusif, namun prioritas utama adalah menghentikan kekerasan di negara itu. Krisis Myanmar dimulai setelah kudeta militer pada 2021, yang menyebabkan perang bersenjata dan ribuan korban jiwa.
ASEAN belum berhasil menemukan solusi untuk krisis ini, terhambat oleh kebijakan non-intervensi dan penolakan junta Myanmar. Malaysia menunjuk Othman Hashim sebagai utusan khusus bagi Myanmar untuk menjalin dialog dengan berbagai pihak di negara itu.
Malaysia juga menegaskan pentingnya diplomasi untuk membantu Myanmar kembali ke jalur demokrasi. Pertemuan juga membahas dampak jabatan Presiden AS Donald Trump terhadap kawasan Asia Tenggara, khususnya terkait persaingan dengan Tiongkok.
Para menteri luar negeri ASEAN menekankan pentingnya memperkuat persatuan regional dan mengutamakan integrasi ekonomi di tengah ketidakpastian global. Mereka juga menekankan perlunya ASEAN sebagai platform utama untuk mencari solusi.
Ketegangan di Laut China Selatan menjadi perhatian besar, dengan bentrokan antara kapal Tiongkok dan Filipina. Selain itu klaim tumpang tindih antara negara-negara ASEAN dan Tiongkok juga menjadi topik pembahasan pertemuan.
Malaysia mendorong percepatan negosiasi dengan Tiongkok mengenai kode etik di Laut China Selatan. ASEAN juga menegaskan pentingnya menjaga stabilitas dan perdamaian di perairan tersebut.
Malaysia diharapkan mengambil sikap lebih proaktif terhadap krisis Myanmar dan ketegangan di Laut China Selatan. Meskipun ASEAN tidak memiliki kekuatan militer atau diplomatik untuk menghadapi Tiongkok secara langsung.
Para analis memperkirakan Malaysia akan menggunakan diplomasi senyap untuk menyeimbangkan tantangan keamanan dengan keuntungan ekonomi. Dalam konteks ini, Malaysia berperan penting dalam menjaga stabilitas kawasan dan mencari solusi diplomatik untuk kedua isu tersebut.