jakarta, CoreNews.id – Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, menyerukan pentingnya literasi Al-Qur’an yang berakar pada pemahaman tajwid dan nilai-nilai spiritual dalam menghadapi tantangan era digital. Seruan itu disampaikannya dalam pidato ilmiah di acara Haflah Al-Wada’ Ma’had Al-Qur’an Universitas PTIQ Jakarta, Rabu (18/6).
Dalam orasinya yang berjudul Menjawab Tantangan Literasi Al-Qur’an di Era Peradaban Digital, Tholabi mengungkapkan keprihatinannya terhadap rendahnya kemampuan baca Al-Qur’an di kalangan Muslim Indonesia.
“Lebih dari 53% umat Islam di Indonesia belum bisa membaca Al-Qur’an,” ujarnya, merujuk pada data BPS 2018. Ia menambahkan, data survei Kementerian Agama tahun 2023 juga menunjukkan hanya 44,57% Muslim yang membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar.

Menurut Tholabi, di tengah maraknya aplikasi digital bertema Al-Qur’an, justru muncul paradoks baru. “Aplikasi Al-Qur’an sangat mudah diunduh, tetapi kemampuan membacanya masih rendah. Ini menunjukkan bahwa teknologi bukan jawaban tunggal, bahkan bisa menjadi ‘ilusi solusi’ jika tidak dibarengi fondasi pendidikan yang kuat,” tegasnya.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya revitalisasi peran hamalatul Qur’an bukan hanya sebagai penjaga hafalan, melainkan juga sebagai pendidik, dai, dan penggerak sosial.
“Para hamalatul Qur’an harus hadir di tengah masyarakat, membina dan menumbuhkan budaya Qurani,” ujarnya.
Universitas PTIQ sendiri telah berkolaborasi dengan Kementerian Agama dalam Program Tuntas Baca Al-Qur’an (TBQ) bagi lebih dari 250.000 guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di seluruh Indonesia. Bagi Tholabi, langkah ini menunjukkan bahwa PTIQ tidak sekadar mencetak qari dan hafizh, tetapi juga membangun sistem penjaminan mutu baca Al-Qur’an secara nasional.
“Membaca lima menit setiap pagi, mengaji bersama di rumah, atau mengakhiri hari dengan tadabbur, itu semua adalah ikhtiar kecil yang akan melahirkan dampak besar jika dilakukan secara berjamaah,” pungkasnya. []