Jakarta, CoreNews.id – Guru Besar Hukum Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie, menyampaikan khotbah Jumat di Masjid An-Noor, Cimanggis, Ciputat, dengan tema yang menggugah kesadaran spiritual umat Islam, yakni “Merawat Kemabruran Haji”.
Dalam khotbahnya, Tholabi menegaskan bahwa kemabruran haji bukan sekadar capaian yang selesai setelah seluruh rangkaian ritual ibadah haji dijalani, melainkan merupakan tanggung jawab dan amanah spiritual yang harus dijaga sepanjang hayat.
Wakil Rektor bidang Akademik UIN Jakarta ini mengajak jemaah untuk tidak hanya mengenang pengalaman spiritual yang luar biasa selama berhaji, tetapi juga membumikan nilai-nilai haji dalam kehidupan sehari-hari. Tawaf, sai, lempar jumrah, hingga mencium Hajar Aswad harus dihadirkan dalam bentuk praksis sosial, misalnya: melayani sesama, menebar kasih sayang, melawan kemungkaran, dan berbakti kepada orang tua serta guru.
“Kalau dulu kita mencium Hajar Aswad, kini saatnya mencium kening ibu, tangan ayah, dan menyapa kaum duafa dengan kasih. Itulah Hajar Aswad kita hari ini,” tutur Tholabi, disambut keheningan jamaah yang larut dalam refleksi.
Lebih lanjut, Tholabi menekankan pentingnya menjaga semangat haji sebagai momentum perubahan jiwa. Mengutip pendapat para ulama seperti Imam al-Hasan al-Bashri, Imam al-Nawawi, dan Imam Ahmad Zarruq, ia menjelaskan bahwa haji yang mabrur melahirkan pribadi yang lebih taat, lebih zuhud, dan lebih berempati.
“Haji yang mabrur adalah haji yang membawa perubahan. Jika pulang dari haji tetapi sifat buruk tak berubah, maka patut kita bertanya, sudahkah haji kita diterima?” tanya beliau retoris.
Tholabi juga menyampaikan pesan inklusif bagi mereka yang belum memiliki kesempatan berhaji. Ia menegaskan bahwa kemabruran bukan hanya milik yang telah ke Tanah Suci. Siapa pun yang menapaki jalan spiritual dengan keikhlasan dan pengabdian dapat menghidupkan semangat haji dalam dirinya.
“Jangan putus asa karena belum berangkat ke Mekah. Bagi yang belum berhaji, Anda bisa berhaji dengan ketulusan amal, kemuliaan akhlak, dan pelayanan pada sesama,” katanya penuh harap.
Khotbah yang disampaikan dengan gaya tutur lembut namun dalam makna itu menyoroti pentingnya muraqabah, kesadaran diri bahwa Allah senantiasa mengawasi setiap langkah manusia. Inilah, menurut Tholabi, pilar utama dalam menjaga integritas pasca haji.
“Haji itu telah usai, tapi Rabb al-Bayt tidak pernah pergi. Tuhan Kakbah tetap bersama kita, lebih dekat dari urat leher. Maka, tugas kita bukan lagi berhaji secara fisik, melainkan juga berhaji dalam amal dan sikap,” tutupnya.
Kehadiran Profesor Tholabi dalam mimbar Masjid An-Noor disambut hangat jamaah. Banyak yang merasa tercerahkan dan tersentuh oleh substansi pesan yang disampaikan. Sebagai cendekiawan Muslim, ia dinilai berhasil menjembatani pesan-pesan teologis dan praksis kehidupan kontemporer secara proporsional.
Sebagai intelektual Muslim dia memang dikenal produktif menyampaikan pemikiran keislaman yang reflektif, menyentuh sisi moral, dan menumbuhkan kesadaran sosial keagamaan. Kiprahnya dalam dakwah akademik terus berlanjut, termasuk melalui khotbah-khotbah yang mengedepankan transformasi rohani menuju masyarakat yang lebih beradab.
Khotbah Jumat kali ini menjadi pengingat bahwa ibadah haji bukanlah tujuan akhir, melainkan titik awal untuk menapaki kehidupan spiritual yang lebih bermakna. Dan pesan Tholabi menggarisbawahi satu hal penting bahwa kemabruran haji hanya akan nyata jika ia hidup dalam amal. []