Jakarta, CoreNews.id — Langkah Bank Indonesia (BI) menurunkan bunga acuan atau BI-rate sebesar 150 basis poin (bps) sejak September 2024 lalu dan kini berada di level 4,75%, ternyata membuat bunga kredit belum juga turun seperti yang diharapkan. Padahal BI-rate terbaru ini, merupakan level terendah sejak tahun 2022. BI pada Oktober 2025 mencatat bunga kredit perbankan masih sebesar 9%. Sebagai perbandingan, pada September 2024, bunga kredit perbankan dicatat sebesar 9,21% yang artinya hanya turun 21 bps.
Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, salah satu penyebab dari sulitnya penurunan bunga kredit itu adalah bunga deposito yang juga susah turun. “Hambatan utama terletak pada bunga deposito yang kaku, terutama karena besarnya permintaan special rate dari deposan jumbo—kementerian, BUMN, hingga korporasi—yang membuat biaya dana bank sulit turun,” kata Perry di Jakarta (19/11/2025).
Upaya BI membawa isu special rate ke Komite Stabilitas Sistem Keuangan dan meminta penyesuaian imbal hasil, ternyata juga belum berhasil. Imbal hasil porsinya justru meningkat hingga 27 persen dari total DPK pada Oktober. Dampaknya, transmisi pelonggaran moneter tertahan dan pertumbuhan kredit kembali melambat ke 7,36 persen.
Di tempat yang lain, Ekonom Indef Aviliani menilai ruang penurunan bunga kredit sesungguhnya masih ada, tetapi bergantung pada pergerakan bunga simpanan. Ia melihat penempatan dana pemerintah di bank-bank Himbara dapat menjadi katalis bagi penurunan biaya dana dalam dua bulan ke depan. Jika tekanan pada deposito mereda, bunga kredit berpotensi turun lebih agresif menjelang akhir tahun.*













