CoreNews.id, Jakarta – Di Jemaja, Kepulauan Anambas di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), ternyata masih memelihara kesenian Gubang sebagai kesenian daerahnya. Kesenian Gubang telah dikenal masyarakat Melayu Jemaja, sejak ratusan tahun yang silam.
Kesenian ini berawal dari sebuah permainan orang Bunian, yang ditiru oleh penduduk Jemaja. Sejak awal mula kesenian ini ditampilkan, masyarakat Jemaja akan menggunakan metode ini sebagai sarana pengobatan dan tolak bala bagi orang Melayu.
Namun, dengan perkembangan zaman, kesenian ini dijadikan sebagai sebuah hiburan yang sangat dinanti-nantukan oleh masyarakat Melayu di Jemaja. Dalam pertunjukan kesenian Gubang, pemainnya menggunakan dua jenis topeng, yakni topeng Ka dan Topeng Bangkung.
Mengenal Jenis Topeng yang Digunakan
Topeng Ka yaitu jenis topeng yang lucu di pandang, sedangkan jenis topeng Bangkung merupakan topeng lawa (cantik). Topeng ini sangat menawan jika dipadukan dengan memakai baju koat, topi dan sepatu seperti tuan tanah Belanda.
Melansir dari Kementerian Kebudayaan RI, Kesenian Gubang hingga saat ini masih ditemui keberadaanya, meskipun sudah banyak mengalami perubahan. Terutama dalam hal gerakan maupun kostum yang digunakan oleh pemainnya.
Asal Usul Tarian Gubang Anambas
Tarian Gubang Anambas berasal dari permainan orang Bunian yang dilakukan di dalam hutan. Hal tersebut pertama kali disaksikan oleh 9 orang penduduk Desa Mampok, desa yang masuk dalam wilayah pulau Jemaja.
Konon, mereka melihat orang Bunian menari dan menggerakkan anggota tubuh dengan gembira. Ada yang melihat kejadian tersebut dalam kondisi sakit langsung menjadi sembuh seketika.
Terdapat 18 lagu yang dimainkan dalam Tarian Gubang ini. Di mana, lagu-lagu Gubang berbentuk pantun yang dilakukan dengan berbalas dengan penyanyinya.
Lagu tersebut yakni Alang panjang (halangan panjang), Alang pendek (halangan pendek), lagu Abang, Dalung. Selain itu adapun lagu Ganjo (kembang tak jadi), Timamg burung, Abang Tambelan, dan lagu Orang Padang.
Lalu, dilanjutkan dengan lagu Gintong, Cik Minat, Anak burung, Linau, Ngabang. Serta empat lagu terakhir merupakan, Yak yon, Anak malang, Diding, dan lagu Limbuk.
Lagu Lanang menjadi lagu penutup yang dinyanyikan oleh salah satu pemain musik. Pada lagu terakhir ini, tidak ada lagi penari Topeng Lawa maupun Topeng Ka yang menari.
Kini, tradisi Tari Gubang mulai ditinggalkan. Namun, pemerintah setempat dan warga setempat berupaya untuk melestarikan tradisi ini melalui berbagai festival.
Pada lagu lanang ini, Topeng Lawa dan Topeng Ka membuka tutup mukanya untuk memperkenalkan dirinya. Di momen inilah rasa penasaran penonton dibayar tuntas oleh pertunjukan tari tersebut.