Jakarta, CoreNews.id – Mantan Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim, menanggapi kritik terhadap kebijakan pengadaan laptop Chromebook di sekolah. Menurutnya, anggapan bahwa Chromebook tidak cocok digunakan di sekolah adalah keliru. Ia menjelaskan, uji coba Chromebook yang dianggap bermasalah dilakukan sebelum masa jabatannya dan ditujukan untuk daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
“Saya ingin klarifikasi, memang ada uji coba Chromebook yang terjadi sebelum masa kementerian saya dan uji coba tersebut itu dilakukan di daerah 3T,” ujar Nadiem dalam konferensi pers di The Dharmawangsa, Jakarta, Selasa (10/6/2025).
Nadiem menegaskan, kebijakan pengadaan Chromebook selama masa kepemimpinannya ditujukan untuk sekolah yang memiliki akses internet, bukan daerah 3T. Program ini juga disertai dengan penyediaan modem WiFi 3G dan proyektor.
“Targetnya itu adalah bukan daerah 3T, dan di dalam juknis sangat jelas, hanya boleh diberikan kepada sekolah yang punya internet,” tegasnya.
Ia menyebut, keputusan penggunaan Chromebook didasarkan pada kajian komprehensif yang membandingkan efisiensi dan keamanan sistem operasi. Salah satu keunggulan Chromebook adalah harganya yang lebih murah 10–30% dibanding laptop dengan spesifikasi sama.
“Chromebook itu, kalau speknya sama, selalu 10–30% lebih murah,” kata Nadiem.
Dari sisi pendidikan, sistem operasi Chrome OS dinilai lebih aman dan tidak memerlukan biaya lisensi tambahan seperti sistem operasi lainnya yang bisa memakan biaya hingga Rp 2,5 juta. Selain itu, Chromebook memiliki kontrol aplikasi yang ketat, yang menurut Nadiem penting untuk melindungi siswa dan guru dari konten negatif seperti pornografi dan judi online.
Untuk daerah 3T yang belum memiliki akses internet, Nadiem menjelaskan bahwa Kemendikbudristek memiliki program berbeda bernama Awan Penggerak, yang menyediakan perangkat local cloud untuk mendukung pembelajaran tanpa koneksi internet.
“Ada program terpisah namanya Awan Penggerak… untuk sekolah-sekolah yang tidak punya internet,” jelasnya.
Sebelumnya, peneliti ICW, Almas Sjafrina, menyatakan bahwa pengadaan Chromebook di era Nadiem mengandung kejanggalan. Ia menyoroti dasar penentuan spesifikasi yang dianggap tidak cocok untuk kondisi Indonesia, terutama wilayah 3T.
“Sudah ada uji coba penggunaan laptop Chromebook pada 2019 yang menghasilkan kesimpulan bahwa Chromebook tidak efisien,” ujar Almas.
Namun, Nadiem menegaskan bahwa program pengadaan yang dipimpinnya berbeda dengan uji coba sebelumnya, dan telah melalui pertimbangan matang sesuai kebutuhan sekolah dengan akses internet.