Jakarta, CoreNews.id – Penelitian Accenture menemukan bahwa penjahat siber semakin sering menggunakan AI generatif dan large language model (LLM) untuk meluncurkan jenis serangan siber baru.
Temuan para peneliti intelijen siber Accenture (ACI) telah mengamati lonjakan 223% dalam jual beli perangkat lunak terkait deepfake di forum dark web pada kuartal pertama tahun 2024, dibandingkan dengan periode yang sama pada 2023.
Tim ACI memperkirakan adanya peningkatan yang signifikan dalam serangan siber berbasis AI. Hal ini perlu dipandang sebagai sebuah sinyal peringatan bahwa organisasi perlu mengadopsi langkah-langkah keamanan siber berbasis AI yang dapat mendeteksi, merespons, memprediksi, dan mencegah ancaman secara real-time.
“Keamanan siber modern harus melindungi seluruh lini bisnis perusahaan – mulai dari inti digital hingga seluruh rantai pasokan – menggunakan perlindungan berbasis AI dan perlindungan tingkat kuantum untuk melawan ancaman berbasis AI tingkat lanjut,” kata Vinod Shankar, Security Lead, Asia Tenggara di Accenture, dalam keterangannya, 21/01/2025.
Lanskap cybersecurity menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya, mulai dari ketegangan geopolitik hingga kerentanan rantai pasokan. Apalagi di Indonesia, sebagai pusat inovasi dan ekonomi digital, risiko-risiko ini semakin meningkat.
Itu tercermin dalam riset Gartner® bahwa kekhawatiran akan serangan berbahaya berbasis AI kembali menduduki peringkat teratas berdasarkan peringkat risiko Gartner, Inc. pada kuartal kedua tahun 2024.
Solusi keamanan siber yang didukung oleh AI generatif diperlukan untuk menangkal serangan siber berbasis AI.
“Solusi keamanan siber yang didukung oleh AI generatif memungkinkan organisasi untuk menavigasi kompleksitas, meningkatkan perlindungan, dan membangun ketahanan, memastikan mereka tetap aman dan kompetitif di lingkungan yang berkembang pesat,” pungkas Alifah Davida, Security Lead, Indonesia di Accenture.