Jakarta, CoreNews.id – RUU TNI akan disahkan dalam rapat paripurna DPR pada Kamis (20/3) pukul 09.30 WIB. RUU TNI disepakati di tingkat satu oleh Komisi I DPR dan pemerintah pada Selasa (18/3). Seluruh fraksi partai mendukung pengesahan meski mendapat banyak kritik publik.
Rapat keputusan tingkat satu digelar saat mahasiswa berunjuk rasa di depan parlemen, mengkritik sejumlah pasal dalam RUU TNI.
“Buru-buru banget revisi UU TNI, lagi perang sama siapa selain ngelawan rakyat,” demikian tertulis dalam salah satu spanduk aksi tersebut pada Selasa lalu.
Sebelum rapat pengambilan keputusan, DPR juga menerima audiensi dengan kelompok masyarakat sipil terkait RUU tersebut. Rapat audiensi dipimpin langsung Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad.
Publik menolak RUU TNI karena memungkinkan prajurit aktif menduduki lebih banyak instansi sipil, yang dinilai berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi ABRI. Berikut perubahan RUU TNI yang disepakati DPR dan pemerintah.
Kewenangan baru operasi militer (Pasal 7)
DPR dan pemerintah menyepakati perluasan kewenangan TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP) melalui revisi UU TNI. Dua kewenangan baru ditambahkan: membantu menangani ancaman siber serta melindungi warga negara atau kepentingan nasional di luar negeri.
Usulan agar TNI terlibat dalam penanganan penyalahgunaan narkotika sempat diajukan, tetapi akhirnya tidak dimasukkan dalam RUU yang disepakati di tingkat satu.
Penempatan jabatan sipil (Pasal 47)
Pemerintah dan DPR sepakat menambah empat instansi sipil yang bisa ditempati prajurit aktif, sehingga totalnya menjadi 14 dari sebelumnya 10.
Empat instansi baru tersebut adalah BNPP, Badan Penanggulangan Bencana, Badan Penanggulangan Terorisme, dan Badan Keamanan Laut. Sementara 10 instansi lainnya tetap mencakup Kemenko Polhukam, Kemenhan, BIN, BNN, Mahkamah Agung, dan beberapa lembaga strategis lainnya.