Jakarta, CoreNews.id – Ramadan selalu membawa suasana yang berbeda. Bulan penuh berkah ini tidak hanya menjadi momen peningkatan ibadah, tetapi juga saat di mana banyak orang mulai bersiap menyambut Hari Raya. Bagi para pekerja, salah satu hal yang paling dinantikan menjelang Idulfitri adalah THR alias Tunjangan Hari Raya. Uang tambahan ini sering digunakan untuk membeli baju baru, menyiapkan hidangan Lebaran, hingga berbagi kebahagiaan dengan keluarga.
Namun, pernahkah kita berpikir bagaimana tradisi THR ini bermula? Mengapa setiap tahun, perusahaan wajib memberikan tunjangan ini kepada para karyawannya? Ternyata, THR memiliki sejarah panjang di Indonesia yang bermula sejak era Presiden Soekarno. Yuk, berikut ulsasannya!
Awal Mula THR di Indonesia
Konsep pemberian THR pertama kali muncul pada era Presiden Soekarno di tahun 1950-an. Pada masa itu, pemerintah memberikan tunjangan kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai bentuk kesejahteraan dan dukungan finansial menjelang perayaan Hari Raya. Kebijakan ini disambut baik oleh para pegawai, karena dapat membantu mereka dalam merayakan Idulfitri dengan lebih tenang dan nyaman.
Namun, kebijakan ini juga menimbulkan kecemburuan di kalangan pekerja swasta yang tidak mendapatkan hak serupa. Para buruh dan pekerja mulai menuntut agar mereka juga menerima tunjangan serupa. Tekanan dari serikat pekerja akhirnya membuat pemerintah mempertimbangkan untuk memperluas pemberian THR kepada seluruh tenaga kerja di Indonesia.
Seiring berjalannya waktu, pemerintah mulai mengatur pemberian THR secara lebih resmi. Pada tahun 1994, dikeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) yang mewajibkan perusahaan memberikan THR kepada karyawannya. Dalam regulasi ini, THR harus diberikan kepada pekerja yang telah bekerja minimal satu bulan.
Peraturan dan Kewajiban THR
Besaran THR juga diatur dalam peraturan tersebut. Pekerja yang telah bekerja selama satu tahun atau lebih berhak mendapatkan THR sebesar satu bulan gaji. Sementara itu, pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun tetap mendapatkan THR, tetapi jumlahnya dihitung secara proporsional berdasarkan lama bekerja. Selain itu, pemerintah menetapkan bahwa pembayaran THR harus dilakukan maksimal tujuh hari sebelum Hari Raya Idulfitri agar pekerja dapat menggunakannya untuk kebutuhan perayaan.
Saat ini, THR tidak hanya berlaku bagi pekerja formal seperti karyawan kantor dan buruh pabrik, tetapi juga merambah ke sektor informal. Banyak perusahaan memberikan THR kepada pekerja harian, kontrak, bahkan freelancer sebagai bentuk apresiasi.
Pemerintah juga semakin tegas dalam mengawasi pelaksanaan THR. Setiap tahun, Kementerian Ketenagakerjaan membuka posko pengaduan THR untuk memastikan seluruh pekerja mendapatkan hak mereka sesuai peraturan. Bagi perusahaan yang tidak membayarkan THR, sanksi berupa denda dan teguran administratif dapat dikenakan.
Sejarah THR di Indonesia menunjukkan bagaimana tunjangan ini awalnya hanya diberikan kepada pegawai negeri, tetapi kemudian diperjuangkan oleh pekerja swasta hingga akhirnya menjadi hak bagi semua tenaga kerja. Kini, THR bukan hanya sekadar kewajiban perusahaan, tetapi juga bentuk penghargaan terhadap kerja keras para pekerja. Dengan adanya THR, pekerja dapat merayakan Hari Raya dengan lebih bahagia dan sejahtera.