Jakarta, CoreNews.id – Meski harga beras dunia sedang anjlok, hal ini belum berdampak pada harga beras di dalam negeri. Kepala Pusat Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan INDEF, Abra Talattov, menilai pemerintah perlu segera mengambil langkah konkret untuk menstabilkan harga di tingkat konsumen.
“Saya rasa pemerintah perlu mempertimbangkan kembali kebijakan Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Cadangan Beras Pemerintah (CBP) perlu dipertimbangkan dilepas lagi untuk menstabilkan harga di tingkat konsumen,” ujar Abra mengutip berita RRI, (20/5/2025).
Abra menyebutkan, saat ini stok beras pemerintah mencapai 3,8 juta ton—tertinggi dalam 23 tahun terakhir. Peningkatan stok ini didorong oleh membaiknya musim tanam dan kebijakan rafaksi beras dan gabah yang memberi fleksibilitas Bulog dalam menyerap hasil petani meski kualitasnya di bawah standar.
“Padahal Bulog membeli gabah petani sesuai dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp6.500 per kilogram. Ketika Bulog menyerap beras dari petani dengan kualitas apa pun, yang akan menanggung risikonya adalah Bulog,” jelasnya.
Abra menilai, meski dalam jangka pendek kondisi ini menguntungkan petani, namun konsumen tetap terbebani karena harga beras tidak kunjung turun. “Dengan CBP yang melimpah sekarang ini, pemerintah masih menahan stok tadi untuk menjaga harga di tingkat petani. Tapi di sisi lain konsumen ada beban,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan, peningkatan produksi tak serta-merta berarti peningkatan kesejahteraan. “Hal ini tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) per April lalu yang mengalami penurunan,” kata Abra.