Jakarta, CoreNews.id — Dana pemerintah yang mengendap di kas negara atau Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) hingga akhir Mei 2025, diperkirakan mencapai Rp 303,8 triliun. Angka ini menjadi angka paling tinggi sejak masa pandemi. Pada tahun 2018, SiLPA dicatat sebesar Rp 36,24 triliun. Tahun 2019 naik menjadi Rp 53,39 triliun. Tahun 2020 saat pandemi Covid-19, SiLPA melonjak menjadi Rp 245,59 triliun. Tahun 2021, SiLPA turun menjadi Rp 96,55 triliun, dan tahun 2022 kembali naik menjadi Rp 130,55 triliun. Tahun 2023, SiLPA sebesar Rp 19,37 triliun dan tahun 2024, SILPA sebesar Rp 45,4 triliun.
Menurut Ekonom Center of Reform on Economic (Core) Yusuf Rendy Manilet di Jakarta (29/6/2025), besarnya dana yang belum terserap dapat menjadi sinyal lemahnya eksekusi program dan belanja negara. Ketidaksesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan anggaran bisa mengurangi efektivitas kebijakan fiskal.
Meskipun langkah menyiapkan cadangan fiskal melalui SiLPA dapat dibenarkan dalam konteks mitigasi risiko, namun demikian menurut Yusuf, pemerintah perlu lebih proaktif dalam memastikan agar dana yang tersedia dapat segera diarahkan untuk program-program prioritas. Diharapkan, APBN tetap berfungsi optimal sebagai instrumen pemulihan dan pertumbuhan ekonomi, serta mampu memberikan dampak nyata yang dirasakan langsung oleh masyarakat, baik dalam jngka pendek maupun panjang.*