Jakarta, CoreNews.id – Data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuka mata: Indonesia sedang menghadapi gelombang penipuan keuangan digital yang sangat masif. Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengungkapkan bahwa Indonesia Anti Scam Centre (IASC) menerima rata-rata 700 hingga 800 laporan scam dari masyarakat setiap harinya.
Angka ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura yang hanya menerima sekitar 140-150 laporan per hari. Padahal, menurut Friderica, angka ini belum mencerminkan kondisi sebenarnya karena masih banyak masyarakat yang belum tahu cara melaporkan penipuan.
Gambaran Kerugian yang Mencengangkan
Sejak November 2024 hingga 17 Agustus 2025, IASC telah mencatat data yang sangat memprihatinkan:
- 225.281 laporan masuk.
- Total kerugian dana yang dilaporkan masyarakat mencapai Rp4,6 triliun.
- Total dana yang berhasil diblokir oleh IASC sebesar Rp349,3 miliar.
- 359.733 rekening dilaporkan terlibat, dengan 72.145 rekening berhasil diblokir.
Data ini menunjukkan betapa ganasnya serangan scam yang terjadi dan betapa pentingnya upaya kolektif untuk memblokir dana secepat mungkin.
Modus Scam Semakin Canggih dan Multilayer
Friderica menekankan bahwa penipuan keuangan bukanlah masalah Indonesia saja, melainkan fenomena global. Namun, jumlah penduduk yang besar menjadi tantangan tersendiri.
Yang perlu diwaspadai, modus para pelaku semakin canggih. Dana korban tidak hanya dialihkan melalui rekening bank biasa, tetapi juga melalui platform e-commerce, dompet digital (e-wallet), hingga aset kripto. Pola multilayer ini membuat pelacakan menjadi lebih sulit.
“Oleh sebab itu, asosiasi pedagang kripto dan pihak lainnya kita harapkan partisipasi secara aktif untuk memberantas scam dan fraud di sektor jasa keuangan,” pesan Friderica, dikutip dari pemberitaan sejumlah media nasional, 19/08/2025.
Literasi Keuangan Digital Masih Jadi Tantangan Utama
Salah satu akar permasalahannya adalah kesenjangan antara inklusi dan literasi keuangan. Indeks inklusi keuangan Indonesia sudah cukup tinggi di angka 80,51%, yang berarti sebagian besar masyarakat sudah memiliki akses ke layanan keuangan.
Namun, indeks literasi keuangan masih tertinggal di angka 66,46%. Artinya, banyak yang sudah menggunakan produk digital, tetapi belum sepenuhnya paham risiko dan cara mengamankannya.
“Masyarakat kita sudah terpapar digitalisasi, tetapi digital financial literacy-nya masih belum cukup tinggi. Ini yang harus terus kita dorong agar mereka tidak menjadi korban,” jelas Friderica.
Kunci Selamatkan Dana: Lapor dalam 15 Menit, Bukan 12 Jam!
Friderica memberikan tips paling krusial: kecepatan melapor. Sayangnya, rata-rata korban di Indonesia baru melaporkan kejadian kepada IASC setelah 12 jam berlalu. Padahal, di negara lain, waktu rata-rata pelaporan adalah 15 menit setelah kejadian.
“Chance untuk dananya bisa dikejar itu sangat baik jika cepat lapor. Kalau di kita rata-rata 12 jam, bahkan ada yang uangnya hilang sampai sekarang mungkin tidak sadar,” tegasnya.
Inilah yang membedakan antara bisa tidaknya dana Anda diselamatkan.
Langkah-Langkah Melindungi Diri dari Scam
- Tingkatkan Kewaspadaan: Scam bisa terjadi pada siapa pun, terlepas dari tingkat pendidikan dan jabatan. Selalu curiga terhadap tawaran too good to be true, link mencurigakan, dan panggilan telepon yang meminta data pribadi.
- Cepat Bertindak: Jika Anda merasa menjadi korban, segera hubungi IASC di 115. Jangan menunggu besok atau setelah panik mereda. Setiap detik sangat berharga.
- Manfaatkan Fitur Keamanan: Gunakan semua fitur keamanan yang disediakan oleh bank, e-wallet, dan platform digital Anda seperti PIN, OTP, dan verifikasi dua faktor (2FA).
- Terus Belajar: Ikuti akun media sosial resmi OJK dan lembaga keuangan Anda untuk mendapatkan informasi terbaru tentang modus penipuan.
OJK juga mengajak semua Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) untuk meningkatkan pemanfaatan teknologi untuk perlindungan konsumen dan menjadikan platform digital sebagai sarana edukasi.
“Karena para scammer ini juga semakin lama semakin canggih. Jadi kita tidak boleh kalah,” tutup Friderica.