Jakarta, CoreNews.id – Presiden Prancis Emmanuel Macron menghadapi tekanan besar untuk menggelar pemilu parlemen dini atau mundur dari jabatannya, setelah Perdana Menteri Sébastien Lecornu mengundurkan diri hanya 28 hari setelah dilantik. Situasi ini memicu krisis politik yang mengguncang ekonomi dan menimbulkan ketidakpastian serius di pemerintahan Prancis.
Mantan perdana menteri Édouard Philippe, yang kini memimpin partai sekutu Macron, menyerukan agar pemilu presiden dini digelar setelah pengesahan anggaran 2026. “Kondisi ini tidak bisa dibiarkan lebih lama, negara dirugikan,” ujarnya. Philippe juga dipandang sebagai calon kuat dari kubu tengah untuk pemilu berikutnya.
Sementara itu, mantan PM Gabriel Attal mengkritik Macron yang dianggap terlalu ambisius mempertahankan kekuasaan. Di tengah tekanan ini, Macron meminta Lecornu tetap melakukan dialog dengan para pemimpin partai hingga Rabu malam guna mencari dasar kerja sama politik baru.
Macron kini menghadapi pilihan sulit: menunjuk perdana menteri baru, membentuk kabinet teknokrat, atau membubarkan parlemen dan menggelar pemilu dini. Kondisi ekonomi yang kian memburuk, dengan rasio utang terhadap PDB menjadi yang ketiga tertinggi di Uni Eropa dan defisit anggaran mendekati 6 persen, memperparah krisis politik yang terjadi.











