Jakarta, CoreNews.id — Pengembangan Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) masih menghadapi tantangan regulasi. Salah satunya adalah belum masuknya obat bahan alam dalam Formularium Nasional Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Kendala tersebut seharusnya dapat dijembatani, sehingga potensi OMAI dapat dioptimalkan sebagaimana praktik pengobatan tradisional di negara lain seperti India atau Cina yang sudah diakui dalam sistem kesehatan nasional mereka.
Hal ini disampaikan Prof Raymond Tjandrawinata, Director of Business Development and Scientific Affairs saat melakukan kunjungan bersama antara Delegasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di fasilitas riset Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS) di Cikarang, Jawa Barat (16/10/2025). Menurut Raymond, pendekatan saintifik dalam pengembangan obat herbal adalah langkah penting pertama agar produk bahan alam bisa diakui secara klinis dan global. Di DLBS sendiri, penelitian dicatat telah menggunakan teknologi 4.0, mulai dari penemuan bahan aktif hingga uji klinis, untuk memastikan keamanan dan efektivitas obat berbasis alam.
Sementara itu menurut perwakilan WHO-IRCH Secretariat, Dr Pradeep Kumar Dua, sangat penting memperkuat sistem regulasi di bidang obat bahan alam. Ia kemudian mengaitkan hal ini dengan peluncuran WHO Global Traditional Medicine Strategy 2025–2034, yang menempatkan regulasi dan keamanan sebagai salah satu dari empat pilar utama.*











