Jakarta, CoreNews.id – Pemerintahan Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka genap berusia satu tahun pada Senin (20/10). Selama periode tersebut, ekonomi Indonesia menunjukkan beberapa capaian positif, terutama dalam penurunan angka kemiskinan. Namun, pengangguran masih meningkat dan pertumbuhan ekonomi belum mampu menembus batas lima persen.
Kemiskinan Turun
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 23,85 juta orang per Maret 2025, turun 0,21 juta dibandingkan September 2024 yang mencapai 24,06 juta orang. Secara persentase, angka kemiskinan nasional kini berada di 8,47 persen, menurun 0,10 poin dari sebelumnya.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono mengatakan tren penurunan ini konsisten sejak 2023, meskipun kesenjangan antara wilayah perkotaan dan pedesaan masih tinggi.
“Kalau kita lihat di grafiknya, ada disparitas atau ketimpangan kemiskinan antara perkotaan dan perdesaan. Pada Maret 2025 tingkat kemiskinan perkotaan sebesar 6,73 persen, sedangkan pedesaan sebesar 11,03 persen. Jadi desa lebih banyak yang miskinnya jika dibandingkan dengan perkotaan terhadap tadi total penduduk masing-masing wilayahnya,” jelas Ateng.
BPS juga mencatat jumlah penduduk miskin ekstrem turun menjadi 2,38 juta orang atau 0,85 persen dari total populasi.
“Berdasarkan data Susenas, Maret 2025 jumlah penduduk miskin ekstrem di Indonesia sebanyak 2,38 juta orang atau turun sebanyak 0,40 juta orang dibandingkan dengan September tahun 2024,” ujar Ateng.
Pengangguran Naik
Di sisi lain, angka pengangguran justru mengalami sedikit kenaikan. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti melaporkan jumlah pengangguran per Februari 2025 mencapai 7,28 juta orang, naik sekitar 82 ribu orang dibandingkan Februari 2024.
“Dari angkatan kerja tersebut, tidak semua terserap di pasar kerja. Sehingga terdapat jumlah orang yang menganggur sebanyak 7,28 juta orang,” ungkap Amalia.
Dari total 216,79 juta penduduk usia kerja, sebanyak 153,05 juta orang berstatus angkatan kerja. Namun, sebagian belum terserap pasar tenaga kerja formal. Amalia menilai peningkatan pengangguran disebabkan oleh belum meratanya distribusi lapangan kerja di sejumlah daerah.
Pertumbuhan Ekonomi
Meski kemiskinan menurun, laju pertumbuhan ekonomi belum menunjukkan percepatan berarti. Pada kuartal I 2025, ekonomi Indonesia tumbuh 4,87 persen, lalu naik tipis menjadi 5,12 persen pada kuartal II 2025. Capaian ini masih jauh dari target 8 persen yang diinginkan Presiden Prabowo.
Namun, angka tersebut menuai kritik. Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef Andry Satrio Nugroho mempertanyakan keabsahan data pertumbuhan ekonomi BPS yang dinilai tidak mencerminkan kondisi nyata di lapangan.
“Ketika kami konfirmasi ke retailer dan kami tanyakan asosiasi, tidak terlihat begitu, bahkan fenomena rojali yang mendorong industri ritel tumbuh tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya,” kata Andry.
Menanggapi hal itu, Amalia menegaskan bahwa BPS tidak merekayasa data dan selalu mengikuti prosedur penghitungan PDB sesuai standar internasional.
“Perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB) mengikuti standar internasional dan diawasi banyak pihak. Setiap proses bisnis BPS sudah memiliki mekanisme pengendalian kualitas (quality assurance) yang ketat,” tegasnya.













