Jakarta, CoreNews.id — Ketegangan nuklir antara Rusia dan Amerika Serikat kembali meningkat. Presiden Vladimir Putin memerintahkan peninjauan ulang persiapan uji coba nuklir sebagai tanggapan atas langkah Washington yang mengisyaratkan akan melakukan hal serupa. Langkah itu muncul di tengah upaya Moskow memamerkan dua sistem persenjataan mutakhirnya, rudal jelajah bertenaga nuklir Burevestnik dan drone bawah laut Poseidon, yang digadang mampu menembus sistem pertahanan rudal AS.
Keunggulan Burevestnik terletak pada reaktor nuklir mini yang memungkinkannya terbang berhari-hari dengan jangkauan hampir tak terbatas, sementara lintasannya yang rendah dan manuver tak terduga membuatnya sulit dilacak radar. Poseidon, di sisi lain, adalah torpedo otonom bertenaga nuklir yang dapat melintasi samudra pada kedalaman ekstrem. Kedua senjata ini mencerminkan strategi Rusia menciptakan sistem asimetris yang menembus pertahanan konvensional Barat dan menegaskan tekad Moskow mempertahankan keunggulan strategisnya.
Washington menanggapi dengan mempercepat modernisasi triad nuklirnya—mengganti rudal Minuteman III dengan sistem Sentinel dan menganggarkan hampir US$946 miliar untuk program nuklir satu dekade ke depan. Namun para analis menilai AS masih tertinggal dalam penguasaan teknologi propulsi nuklir mini seperti milik Rusia. Mantan perwira intelijen AS, Scott Ritter, bahkan menilai sistem pertahanan AS saat ini belum mampu menghadang serangan Burevestnik.
Putin dicatat telah menawarkan dua pilihan: memperpanjang perjanjian New START dan menahan eskalasi, atau memicu perlombaan senjata baru yang diyakini Rusia akan dimenangkannya. “Jika AS menginginkan perlombaan senjata, mereka akan mendapatkannya,” ujar Kepala Staf Umum Rusia, Valery Gerasimov. Dengan keyakinan pada keunggulan teknologi baru, Moskow bersiap menunjukkan kekuatan nuklirnya kembali—sebuah sinyal bahwa keseimbangan strategis global kini berada di ujung tanduk.*











