Jakarta, CoreNews.id – Suasana Jumat di Masjid Al-Mujahidin, Pamulang, terasa hangat dan khidmat ketika Prof. Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, naik mimbar sebagai khatib (7/11/2025).
Dalam khotbahnya yang bertema “Jabrul Khathir, Keteladanan Sang Nabi”, beliau mengajak jemaah untuk meneladani salah satu akhlak mulia Rasulullah Saw yang kerap terlupakan, yakni kepekaan terhadap perasaan orang lain.
Menurut khotib, jabrul khathir berarti upaya menghibur, menenangkan, dan membahagiakan hati orang lain, terutama mereka yang sedang berduka, terabaikan, atau kehilangan semangat hidup. “Ini adalah akhlak kecil dengan dampak besar,” ujar Prof. Tholabi.
“Ia mungkin tak membutuhkan harta, tapi mampu menumbuhkan kasih, persaudaraan, dan kekuatan moral dalam masyarakat.”
Beliau kemudian menceritakan kisah tentang Zahir bin Haram, sahabat dari suku Badui yang memiliki hubungan istimewa dengan Rasulullah Saw. Zahir, yang hidup sederhana dan jauh dari pusat kota Madinah, sering membawa hasil bumi untuk Nabi.
Suatu ketika, Rasulullah mendekatinya dari belakang dan memeluknya sambil bersabda bahwa “Zahir adalah orang desa kita, dan kita adalah pendukungnya.” Kisah sederhana itu, kata khotib, menjadi bukti bagaimana Nabi memuliakan setiap manusia tanpa melihat status sosial.
Prof. Tholabi menegaskan, semangat jabrul khathir harus dihidupkan kembali di tengah kehidupan modern yang sering dingin dan individualistik. “Kita terlalu mudah menilai, tapi sering lupa menenangkan. Terlalu sibuk berbagi informasi, tapi jarang berbagi empati,” tuturnya.
Ia mengajak jemaah untuk mempraktikkan jabrul khathir mulai dari hal kecil, seperti menyapa tetangga dengan ramah, menengok yang sakit, atau sekadar mendengarkan keluh kesah orang lain tanpa menghakimi.
Dalam bagian akhir khotbah, beliau menegaskan bahwa bangsa yang besar dibangun oleh kecerdasan, kekuatan ekonomi, kehalusan budi, dan kepekaan sosial warganya. “Mari kita jadikan jabrul khathir sebagai ruh kehidupan sosial kita, mulai dari rumah, tempat kerja, hingga ruang publik,” pungkasnya.
Khotbah ini menutup Jumat dengan nuansa reflektif. Jamaah tampak larut dalam keheningan doa, seolah diingatkan kembali bahwa kebahagiaan sejati tidak hanya lahir dari ibadah ritual, tetapi juga dari kemampuan menyembuhkan hati sesama.










