Jakarta, CoreNews.id — Penerbitan surat utang dengan tenor jangka pendek atau surat perbendaharaan negara (SPN) akan ditingkatkan sebagai strategi pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026. Sejak kuartal IV 2025, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan bahkan telah meningkatkan penerbitan SPN. Tujuannya adalah untuk mengembangkan pasar uang, pendalaman pasar, dan sekaligus membangun manajemen kas pemerintah yang lebih efisien.
Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto dalam konferensi pers APBN, (18/12/2025). Menurut Suminto, pada tahun 2026 pihaknya akan meningkatkan penerbitan Surat SPN dan SPN Syariah (SPNS) dengan tenor di bawah satu tahun. Surat SPN dan SPNS tersebut memiliki beberapa pilihan tenor. Mulai dari satu bulan, tiga bulan, enam bulan, sembilan bulan, hingga dua belas bulan, sehingga struktur tenornya dinilai sudah cukup lengkap.
Dengan langkah tersebut, pemerintah memiliki fleksibilitas yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan serta menjalankan manajemen kas secara lebih efisien dengan pengelolaan saldo kas yang optimal. Pasar bahkan juga memiliki instrumen yang lebih lengkap untuk memenuhi kebutuhan investor, khususnya melalui SPN dan SPN Syariah, termasuk dalam mendukung strategi operasi treasury para investor.
Sebagai informasi, pada 2026 pemerintah berencana menarik utang baru dengan jumlah yang besar, mencapai Rp 781,87 triliun. Angka penarikan utang baru tersebut terbilang tinggi, mendekati level penarikan utang pada masa pandemi 2021 yang mencapai Rp 870,5 triliun. Tambahan utang pemerintah tersebut meliputi Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 749,2 triliun dan pinjaman senilai Rp 32,7 triliun.*













