Jakarta, CoreNews.id – Presiden Prabowo Subianto meminta agar rencana mengembalikan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA dikaji ulang secara mendalam. Hal ini disampaikan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, usai rapat dengan Komisi X DPR RI pada Selasa, 22 April 2025.
Menurut Mu’ti, Presiden Prabowo dan Sekretaris Kabinet telah memberikan arahan agar rencana ini tidak diputuskan secara tergesa-gesa.
“Dalam rapat tadi, Komisi X menanyakan soal penjurusan di SMA. Kami jawab bahwa kami sedang mengkaji ulang sesuai arahan Presiden,” ujar Mu’ti.
Koordinasi Lintas Kementerian
Mu’ti juga menambahkan bahwa Presiden Prabowo memintanya untuk berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Pratikno. Hasil koordinasi ini akan disampaikan langsung kepada Presiden dalam waktu dekat.
“InsyaAllah beberapa hari ke depan kami akan berdiskusi dengan Menko PMK, dan hasilnya akan kami laporkan ke Presiden,” katanya.
Polemik Penjurusan di Masyarakat
Rencana pengembalian sistem penjurusan di SMA menuai reaksi beragam. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyatakan bahwa penjurusan sudah tidak relevan, terutama jika siswa tetap harus mengikuti Tes Kemampuan Akademik (TKA).
“Kalau sudah ada TKA, ya penjurusan jadi tidak terlalu penting. Siswa tetap bisa memilih pelajaran sesuai minatnya seperti di sistem peminatan sekarang,” kata Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim.
Ia menjelaskan, siswa bisa fokus ke mata pelajaran tertentu sejak kelas 11 dan menyesuaikannya dengan jurusan yang akan dipilih di perguruan tinggi. Misalnya, siswa yang ingin masuk jurusan Kedokteran bisa memilih Biologi dan Kimia sebagai pelajaran utama saat TKA.
Kritik terhadap Ketidakpastian Kebijakan
Meski guru disebut tidak akan kesulitan jika penjurusan kembali diterapkan, Satriwan mengkritik inkonsistensi kebijakan pemerintah.
“Ini bentuk ketidakkonsistenan kebijakan pendidikan kita. Gonta-ganti aturan, tapi esensinya tetap sama,” ujarnya.
Menurutnya, perubahan terus-menerus dalam sistem pendidikan membuat kebijakan tampak maju mundur dan kurang solid secara substansi.