Jakarta, CoreNews.id — Isu pelaburan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dapat memiliki sisi positif dan negatif. Hal ini karena semua memiliki sejumlah sarat.
Hal ini disampaikan Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat di Jakarta (22/9/2025). Menurut Achnad, peleburan hanya layak jika benar-benar mengganti ‘taring’ politik dengan ‘taring tata kelola’, governance yang kuat, transparan, dan bisa diuji publik.
Menurut Achmad kembali, syarat Kementerian BUMN dilebur ke Danantara memiliki sisi positif adalah sebagai berikut.
Pertama. Peleburan mengakhiri kerancuan antara peran pemilik dan peran regulator, mempercepat keputusan korporasi, dan menegakkan disiplin kinerja—return on equity, internal rate of return, cash conversion, hingga economic value added.
Kedua. Budaya ‘penempatan orang’ bergeser menjadi budaya ‘penempatan modal’. Jadi, siapa pun yang duduk, tolok ukurnya adalah nilai tambah bersih, bukan kedekatan politik.
Ketiga. Danantara didesain sebagai super holding yang ramping, dengan dewan independen yang kuat, komite investasi berintegritas, dan pelaporan konsolidasi yang patuh PSAK/IFRS (pernyataan standar akuntansi keuangan dan interpretasi standar akuntansi keuangan), lengkap dengan look through leverage agar risiko tidak bersembunyi di anak perusahaan.
Sementara itu syarat Kementerian BUMN dilebur ke Danantara memiliki sisi negatif adalah sebagai berikut.
Pertama. Peleburan hanya memindahkan kewenangan tanpa memperbaiki checks and balances.
Kedua. Mandat Danantara tidak ditulis ulang dan diselaraskan dengan INA (Indonesia Investment Authority). Selain itu, jika kewenangan regulator sektoral (ESDM, Perhubungan, Kominfo, dan lain-lain) tidak dipertegas, jika cooling-off politik diabaikan, serta jika transaksi related party tidak diterangi sorot lampu yang terang.
Ketiga. Bila kebijakan dividen menjadi tidak jelas: negara bisa kehilangan setoran jangka pendek sementara nilai jangka panjang pun belum terwujud. Karena itu, struktur tanpa tata kelola adalah undangan bagi risiko.*