Soutik Biswas, Koresponden India
Jakarta, CoreNews.id – Ketika Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif merangkul Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman di Riyadh pada 20 September 2025, dunia menangkap sebuah pesan politik yang kuat. Pertemuan hangat itu disusul dengan penandatanganan pakta pertahanan strategis, langkah yang mendekatkan negara Muslim dengan senjata nuklir satu-satunya—Pakistan—dengan kerajaan Teluk paling ambisius, Arab Saudi.
Seorang pejabat senior Saudi menegaskan kepada Reuters bahwa perjanjian ini hanyalah “institusionalisasi kerja sama lama yang sudah mendalam.” Namun, bagi banyak pihak di India, pakta ini menimbulkan kegelisahan baru di tengah ketegangan yang belum mereda dengan Pakistan.
Kekhawatiran India di Tengah Bayang-Bayang Konflik
India dan Pakistan adalah tetangga bersenjata nuklir yang sudah beberapa kali berperang, terutama terkait wilayah Kashmir. Situasi kembali memanas awal tahun ini dengan konflik empat hari di perbatasan. Dalam konteks tersebut, dukungan militer terbuka dari Riyadh kepada Islamabad menimbulkan persepsi ancaman langsung bagi New Delhi.
Yang paling mencemaskan adalah klausul bahwa “setiap agresi terhadap salah satu pihak akan dianggap sebagai agresi terhadap keduanya.” Dengan kata lain, jika terjadi bentrokan India–Pakistan, Saudi secara teoritis bisa ditarik masuk ke dalam konflik.
Brahma Chellaney, seorang strateg India, menilai langkah Saudi ini lebih merefleksikan ambisi Riyadh ketimbang kekuatan Pakistan. Menurutnya, Pakistan adalah mitra yang “secara kronis bergantung,” sementara Saudi mencari asuransi nuklir dan sekaligus menegaskan otonomi strategisnya terhadap India, Amerika Serikat, maupun pihak lain.
Mantan Sekretaris Luar Negeri India, Kanwal Sibal, bahkan menyebut keputusan Saudi sebagai “langkah berbahaya” yang berimplikasi serius terhadap keamanan India.
Sikap Hati-Hati Pemerintah India
Meski kalangan analis dan strateg banyak bersuara keras, pemerintah India cenderung berhati-hati. Juru bicara Kementerian Luar Negeri India menyatakan akan mempelajari implikasi pakta ini terhadap keamanan nasional, serta berharap kerja sama strategis India–Saudi tetap mempertimbangkan “kepentingan dan sensitivitas bersama.”
Langkah hati-hati ini mencerminkan realitas bahwa India juga memiliki hubungan ekonomi penting dengan Arab Saudi, termasuk sebagai importir utama minyak dan mitra dagang terbesar kedua Riyadh.
Pandangan yang Lebih Moderat
Tidak semua pengamat melihat pakta ini sebagai ancaman langsung. Michael Kugelman, analis kebijakan luar negeri, berpendapat bahwa kesepakatan tersebut tidak secara langsung menghambat kepentingan India. Riyadh, katanya, masih sangat menghargai hubungan dengan New Delhi dan tidak mungkin melakukan langkah balasan yang merugikan India.
Namun demikian, Kugelman mengingatkan bahwa posisi Pakistan kini semakin kokoh di lanskap keamanan Timur Tengah, dengan dukungan tiga patron utama: Tiongkok, Turki, dan kini Saudi Arabia. Dalam konflik sebelumnya, Tiongkok dan Turki diketahui memasok senjata ke Pakistan.
Dimensi Sejarah dan Aliansi Lama
Hubungan pertahanan Pakistan–Saudi Arabia bukanlah hal baru. Sejak 1960-an, pasukan Pakistan pernah dikerahkan untuk membantu keamanan Saudi, termasuk keterlibatan komando Pakistan dalam meredam pengepungan Masjidil Haram pada 1979. Saudi juga pernah membeli senjata dari Pakistan dan mempercayakan perwira Pakistan untuk membangun Angkatan Udara-nya.
Pada 2017, Riyadh bahkan menunjuk mantan Kepala Staf Angkatan Darat Pakistan sebagai pemimpin koalisi anti-ISIS yang disponsori Saudi. Dukungan politik, ekonomi, dan militer Saudi bagi Islamabad terus konsisten sejak dekade 1970-an, termasuk bantuan keuangan dan pembayaran minyak secara tunda.
Dengan demikian, pakta terbaru ini lebih terlihat sebagai formalitas dari hubungan lama, meskipun konteks geopolitik saat ini membuatnya lebih sensitif.
Perubahan Geopolitik di Teluk
Banyak analis menilai langkah Saudi lebih terkait dengan perubahan persepsi ancaman di kawasan Teluk. Riyadh semakin meragukan payung keamanan Amerika Serikat, terutama setelah guncangan akibat serangan terhadap infrastruktur energi dan eskalasi konflik regional. Rivalitas panjang dengan Iran juga memperkuat keinginan Saudi untuk memperluas jaring keamanan dengan menggandeng Pakistan sebagai mitra strategis yang memiliki status negara nuklir.
Menurut Ahmed Aboudouh dari Chatham House, pakta ini lebih bersifat simbolik untuk menunjukkan diversifikasi mitra keamanan Saudi, tanpa sepenuhnya melepaskan kerja sama dengan AS. Namun, sinyal politik ini bisa memengaruhi strategi “Look West” India, yang mengandalkan kerja sama ekonomi dan keamanan dengan negara-negara Teluk.
Implikasi bagi India
Bagi India, risiko utama bukan semata pada aspek militer, melainkan pada kemungkinan terbentuknya blok keamanan yang semakin Islami—bahkan dijuluki sebagian pengamat sebagai potensi “NATO Islam.” Hal ini berpotensi menyulitkan akses India di kawasan Teluk, baik dalam perdagangan, investasi, maupun jalur strategis energi.
Meski India masih bisa mengandalkan hubungan dekat dengan Rusia, Israel, Prancis, dan mitra Barat lainnya, dinamika baru ini menegaskan perlunya kalibrasi ulang strategi regional New Delhi.
Kesimpulan
Pakta pertahanan Pakistan–Saudi Arabia jelas menghadirkan dinamika baru di Asia Selatan dan Timur Tengah. Bagi Pakistan, ini adalah peluang untuk memanfaatkan kekuatan finansial dan soft power Saudi demi memperkuat kemampuan militer serta legitimasi internasional.
Bagi Saudi Arabia, ini adalah bagian dari upaya lebih luas untuk memperkokoh kemandirian strategis di tengah ketidakpastian keamanan kawasan.
Sementara bagi India, meski ancaman langsung masih terbatas, pesan politiknya jelas: Pakistan kini punya patron baru yang memperkuat posisinya. Seberapa besar implikasi nyata bagi stabilitas regional masih harus ditunggu, tetapi Delhi pasti akan mengamati dengan cermat setiap perkembangan selanjutnya.
Pandangan dalam artikel ini sepenuhnya milik penulis dan tidak mewakili sikap editorial CoreNews.id.
Sumber: BBC.com