Jakarta, CoreNews.id – Laporan terbaru Morgan Stanley mengungkapkan tingkat pengangguran muda di Asia meningkat signifikan, dengan Indonesia menempati posisi kedua tertinggi setelah India dan China. Dalam laporan berjudul Asia Faces Rising Youth Unemployment Challenge, tercatat 17,3% pemuda Indonesia berusia 15–24 tahun tidak memiliki pekerjaan. Angka ini jauh di atas rata-rata kawasan dan 2–3 kali lebih tinggi dibanding tingkat pengangguran umum.
Menurut Morgan Stanley, persoalan ini bukan hanya soal lapangan kerja terbatas, melainkan juga kualitas pekerjaan. Sebanyak 59% lapangan kerja baru di Indonesia dalam satu dekade terakhir berada di sektor informal, yang identik dengan upah rendah dan tanpa jaminan sosial. Kondisi ini membuat banyak anak muda terjebak dalam situasi setengah pengangguran.
Rendahnya investasi menjadi faktor utama. Rasio investasi terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia kini hanya 29%, turun dari 32% sebelum pandemi. Minimnya belanja modal (capex cycle) akibat ketidakpastian kebijakan domestik membuat penciptaan lapangan kerja melambat.
Morgan Stanley memperingatkan, tekanan akan semakin besar karena populasi usia kerja Indonesia diperkirakan bertambah 12,7 juta orang dalam 10 tahun mendatang. Jika tidak ada reformasi struktural untuk meningkatkan investasi dan memperkuat daya saing industri, pengangguran muda berpotensi terus meningkat.
Selain itu, perkembangan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) dan otomatisasi juga berpotensi mempersempit peluang kerja bagi generasi muda. Dibandingkan India yang lebih agresif menarik investasi manufaktur, Indonesia masih menghadapi hambatan kebijakan dan daya saing.
Morgan Stanley menekankan pentingnya reformasi struktural, khususnya untuk mendorong investasi baru dan memperkuat sektor produktif. Tanpa langkah konkret, risiko meningkatnya kesenjangan sosial dan tekanan pasar tenaga kerja akan semakin besar.











