Jakarta, CoreNews.id- Pemerintah pusat di bawah Presiden Prabowo Subianto baru aja ngumumin rencana pemangkasan transfer ke daerah (TKD) dalam APBN 2026. Nilainya dipatok Rp 693 triliun. Memang naik dari usulan awal Rp 650 triliun, tapi tetap lebih kecil dibanding outlook 2025 yang mencapai Rp 864,1 triliun, apalagi target APBN 2025 sebesar Rp 919,9 triliun.
Nah, kebijakan ini bikin sejumlah pemerintah daerah deg-degan. Beberapa gubernur bahkan langsung sowan ke Kementerian Keuangan buat minta kebijakan ini ditinjau ulang.
Wakil Ketua Umum Apkasi, Mochamad Nur Arifin, Rabu, 8/10/2025, bilang pemangkasan TKD paling banyak kena di belanja pegawai. Banyak kabupaten udah ngos-ngosan bayar gaji, apalagi buat pegawai P3K seperti guru, tenaga kesehatan, sampai petugas kebersihan. “Kalau dana kurang, gaji bisa keteteran. Proyek pembangunan juga terancam molor,” katanya.
Selain itu, pemangkasan ini bisa bikin pembangunan infrastruktur daerah jalan di tempat. Dampaknya bakal lebih berat buat daerah rawan bencana, karena dana pemulihan otomatis berkurang. Bahkan dana desa juga dikhawatirin kena imbas, yang ujung-ujungnya bisa bikin kesejahteraan perangkat desa tertekan.
Dari sisi akademisi, ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, juga kasih warning. Menurutnya, pengurangan TKD bisa memicu efek domino: keuangan daerah seret, lalu pemda buru-buru naikin pajak atau retribusi. Kalau sampai itu kejadian, publik pasti protes.
Wijayanto nyaranin kalaupun mau dipangkas, sebaiknya bertahap biar daerah bisa adaptasi. Plus, pemda juga harus kreatif cari pendapatan asli daerah (PAD) baru dan lebih efisien dalam belanja.
Intinya, pemangkasan TKD ini bisa jadi ujian serius buat hubungan pusat dan daerah di era pemerintahan Prabowo.













