Jakarta, CoreNews.id – Di tengah perlambatan ekonomi global, Indonesia diproyeksikan tetap mampu menjaga ketahanan pertumbuhan pada 2026. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ekonomi nasional tumbuh sekitar 5,12% (year-on-year) pada Triwulan II-2025, dengan pertumbuhan kumulatif semester I-2025 mendekati 5%.
Capaian tersebut memperkuat optimisme bahwa Indonesia masih berada di jalur pertumbuhan yang solid, meski tekanan global belum sepenuhnya mereda.
Investasi Manufaktur Jadi Kunci Pertumbuhan
Kementerian Investasi/BKPM mencatat realisasi Foreign Direct Investment (FDI) kini semakin didominasi sektor manufaktur. Hampir 60% aliran FDI mengarah ke sektor bernilai tambah seperti logam dasar, kimia, mesin, dan elektronik. Pergeseran ini menandai perubahan struktur investasi ke arah yang lebih produktif dan berorientasi jangka panjang.
Hal tersebut sejalan dengan laporan Macro Outlook 2026 BRI Danareksa Sekuritas: From Policy to Impact, yang menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan tidak hanya bertumpu pada konsumsi jangka pendek, tetapi juga pada penguatan pembentukan modal.
Dua Mesin Utama Ekonomi 2026
Laporan tersebut mengidentifikasi dua penggerak utama ekonomi Indonesia pada 2026. Konsumsi rumah tangga tetap menjadi penopang pertumbuhan jangka pendek, seiring membaiknya daya beli masyarakat dan stabilnya harga.
Sementara itu, investasi yang lebih terarah menjadi motor utama peningkatan produktivitas dan kapasitas ekonomi dalam jangka menengah hingga panjang. Kombinasi keduanya dinilai krusial untuk menjaga pertumbuhan Indonesia tetap berada di atas rata-rata negara selevel.
Efek Berganda Investasi Asing
Chief Economist & Macro Strategist BRI Danareksa Sekuritas, Helmy Kristanto, menilai dominasi FDI di sektor manufaktur merupakan sinyal positif bagi keberlanjutan ekonomi nasional.
“Investasi berbasis manufaktur memiliki efek berganda yang besar, mulai dari peningkatan pembentukan modal tetap, penciptaan lapangan kerja, hingga penguatan basis industri nasional,” ujarnya, dalam keterangannya, 18/12/2025.
Dalam laporan tersebut juga disebutkan bahwa setiap Rp1 triliun FDI berkontribusi sekitar Rp1,13 triliun terhadap Gross Fixed Capital Formation (GFCF), mempertegas peran penting investasi asing dalam memperkuat kapasitas produksi nasional.
Pasar Keuangan Lebih Kondusif
Dari sisi pasar keuangan, masuknya bank sentral global dan domestik ke fase pelonggaran kebijakan diperkirakan menciptakan kondisi yang lebih kondusif. Yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun diproyeksikan bergerak di kisaran 5,6–6,1%, mencerminkan stabilitas yang mendukung pembiayaan pemerintah dan dunia usaha.
Optimisme Menuju 2026
Meski risiko global masih ada, koordinasi kebijakan fiskal dan moneter yang semakin solid dinilai mampu memperkuat ketahanan ekonomi nasional. Dengan fondasi makroekonomi yang lebih seimbang, Indonesia memasuki 2026 dengan ruang yang lebih luas untuk menjaga stabilitas sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas dan berkelanjutan.













