Jakarta, CoreNews.id – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui pasca pelarangan ekspor bijih bauksit pada 10 Juni 2023 lalu, pembangunan refinery (fasilitas pemurnian) bauksit belum ada perkembangan. Akibatnya, tahun ini diperkirakan produksi bijih bauksit akan merosot jika dibandingkan tahun lalu.
Demikian disampaikan Staf Khusus Percepatan Bidang Tata Kelola Minerba Kementerian ESDM, Irwandy Arif dikutip dari pemberitaan media nasional, Jumat (18/8).
Berdasarkan data Kementerian ESDM, pada 2022 produksi bijih bauksit mencapai 27,7 juta ton dan baru terserap 7,8 juta ton ke dalam negeri, sisanya 19,9 juta ton berorientasi ekspor.
Saat ini terdapat 4 fasilitas pemurnian yang telah beroperasi di dalam negeri yakni milik PT Indonesia Chemical Alumina memproduksi Chemical Grade Alumina (CGA), PT Bintan Alumina Indonesia produksi Smelter Grade Alumina (SGA), PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (WHW), dan PT WHW Ekspansi juga memproduksi SGA.
Irwandy menerangkan 4 perusahaan itu dapat memproses alumina dan aluminium. Perinciannya, tiga refinery alumina dengan total kapasitas 3,3 juta ton dan satu smelter aluminium dengan total produksi 250.000 ton per tahun.
Berdasarkan data yang dipaparkan Kementerian Investasi/BKPM beberapa waktu lalu, total 4 fasilitas pengolahan dan pemurnian bauksit ini memiliki kapasitas input bijih hingga 12,56 juta ton per tahun.
Meski sudah dapat terlihat produksi bijih bauksit di tahun ini akan merosot, Irwandy belum bisa memastikan bagaimana nasib terkini tambang bauksit yang terdampak. Dia belum bisa memerinci apakah sudah banyak perusahaan yang menutup tambangnya lantaran tidak ada pihak yang menyerap. Saat ini Kementerian ESDM masih melakukan pendataan.
Nantinya, ketika pembangunan refinery lain bisa berjalan, tentu penyerapan bijih bauksit ke dalam negeri diharapkan akan lebih tinggi ke depannya.