Jakarta, CoreNews.id — Asosiasi SPA & Wellness Indonesia (Perkumpulan Pengusaha Husada Tirta Indonesia) menolak aturan 40% Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT). Menurut Ketua Asosiasi Spa Terapis Indonesia (ASTI) Mohammad Asyhadi (12/1/2024), munculnya aturan 40% pajak PBJT berpotensi mematikan usaha spa di seluruh Indonesia. Hal ini karena harga jasa spa otomatis akan naik sehingga akan mengurangi minat masyarakat melakukan terapi kesehatan.
Menurut Asyhadi kembali, pelaku usaha spa akan semakin terbebani dengan pajak yang besar, karena selain pajak PBJT 40%, pelaku usaha juga tetap membayar pajak PPN sebesar 11%, pajak penghasilan badan (PPh) 25% dan PPh pribadi selaku pengusaha sebesar 5% – 35% tergantung Penghasilan Kena Pajak atau PKP. Karena itu menurutnya, memasukkan usaha jasa pelayanan bisnis SPA sebagai bagian dari jasa kesenian dan hiburan sebagaimana yang tercantum dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 adalah tidak tepat. Spa seharusnya dilihat sebagai jasa pelayanan di bidang perawatan dan kesehatan, bukan bidang hiburan atau bidang lainnya.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU KHPD), merujuk Pasal 58 ayat 2, khusus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%. Namun, tarif PBJT tersebut akan ditetapkan lebih lanjut berdasarkan Peraturan Daerah (Perda).*