Jakarta, CoreNews.id — Negara kehilangan pendapatan hingga Rp 6,2 triliun setiap tahunnya akibat impor tekstil illegal. Impor tekstil ilegal juga berpotensi menyebabkan kehilangan serapan 67 ribu tenaga kerja dengan total pendapatan karyawan Rp 2 triliun per tahun, serta kehilangan potensi PDB multi sektor TPT sebesar Rp 11,83 triliun per tahun. Banyaknya barang masuk yang tidak tercatat tanpa bea masuk tersebut, bahkan ikut mendistorsi harga di pasar karena harga pakaian impor ini dijual dengan harga yang sangat murah.
Hal tersebut disampaikan Plt Deputi Bidang UKM Kemenkop UKM Temmy Setya Permana dalam diskusi media di Jakarta, (6/8/2024). Menurutnya pula, masuknya produk impor secara besar-besaran ke pasar domestik telah memicu gejala deindustrialisasi. Ini berakibat pada penurunan kontribusi sektor industri pengolahan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Sementara itu berdasar Data BPS (2024), terdapat lonjakan impor pakaian dan produk tekstil dan produk tekstil (TPT) sebesar 62,28 persen pada Januari 2024 dibandingkan Januari 2023. Total impor pada Januari 2024 mencapai 11.604 ton. Impor illegal tersebut, telah mengubah struktur pelaku usaha mikro. Pada 2023, proporsi usaha mikro mencapai 99,62 persen, sedangkan proporsi pelaku usaha kecil dan menengah sebesar 1,32 persen.
Di sisi lain, ternyata berdasar Data Institute for Development of Economic and Finance (Indef) pada 2023, sebagian besar pelaku UMKM yang ada di e-commerce adalah reseller yang menjual produk-produk impor, terutama barang habis pakai atau consumer goods. Sebanyak 74 persen barang yang dijual di e-commerce merupakan barang impor.*