CoreNews.id, Jakarta – Kebijakan Presiden Prabowo Subianto untuk menghapus kuota impor dan membuka keran impor secara bebas menuai kontroversi. Namun, Konsultan Bisnis Kerakyatan Wirson Selo menyatakan dukungan penuh terhadap langkah tersebut.
Menurut Wirson, sistem kuota impor selama ini menciptakan ketidakadilan karena hanya menguntungkan segelintir pelaku usaha, sementara konsumen dan pelaku usaha lain dirugikan.
“Saya setuju 100% dengan Pak Prabowo. Kuota impor itu tidak adil. Mengapa hanya perusahaan tertentu yang boleh impor, sedangkan yang lain tidak?” ujar Wirson.
Ia menilai sistem kuota bersifat tidak transparan dan melindungi praktik monopoli. Wirson juga mengkritik syarat pemberian kuota yang dinilai aneh dan menyulitkan pelaku usaha baru.
Terkait kekhawatiran terhadap membanjirnya produk impor yang dapat merugikan petani lokal, Wirson menyatakan bahwa masalah utamanya adalah daya saing petani Indonesia yang rendah, bukan semata-mata karena impor.
“Di negara lain seperti Vietnam, Thailand, dan China, petani didukung penuh oleh pemerintah—mulai dari pupuk, benih, alat pertanian, hingga teknologi. Maka biaya produksi mereka rendah dan harga jualnya lebih murah,” jelasnya.
Solusi menurut Wirson adalah memperkuat sektor hulu pertanian Indonesia. Ia menyarankan agar pemerintah fokus pada:
- Pupuk bersubsidi tepat sasaran
- Benih unggul gratis untuk petani
- Perbaikan irigasi
- Pendanaan riset pertanian
- Modernisasi teknologi pertanian
“Dengan hanya 10% dari anggaran Program Makan Bergizi (MBG), kita bisa berikan benih unggul gratis ke seluruh petani. Ini investasi jangka panjang,” tambahnya.
Wirson juga percaya bahwa Presiden Prabowo akan mengimbangi kebijakan impor dengan program pendampingan untuk petani dan industri lokal. Ia menyebut langkah penghapusan kuota sebagai “terobosan berani” untuk memberantas praktik kartel dan menstabilkan harga pangan.
“Impor bebas bisa membuat harga lebih stabil dan mendorong petani menjadi lebih efisien. Ini bukan solusi instan, tapi solusi jangka panjang,” tegas Wirson.
Ia berharap pemerintah tidak hanya terjebak pada debat “impor vs larangan impor”, tapi lebih fokus pada membangun kemandirian dan daya saing global petani Indonesia.