Jakarta, CoreNews.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) meminta Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk membantu pengamanan seluruh kantor kejaksaan tinggi (Kejati) dan kejaksaan negeri (Kejari) di Indonesia. Permintaan ini menuai perhatian publik, mengingat pengamanan biasanya menjadi tugas polisi. Lantas, apa alasan di balik kerja sama ini?
Bukan Situasi Darurat, TNI Dikerahkan untuk Bantu Keamanan
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, dikutip dari sejumlah pemberitaan media nasional, 11/05/2025, menjelaskan bahwa kehadiran TNI bukan karena keadaan genting, melainkan bentuk kerja sama rutin antara Kejagung dan Markas Besar (Mabes) TNI.
Menurutnya, kerja sama ini bukan hal baru. Kejagung sejak lama menggandeng TNI untuk mengamankan aset dan mendukung tugas-tugas kejaksaan.
Instruksi Resmi TNI: 30 Personel di Kejati, 10 Personel di Kejari
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak telah menerbitkan Surat Telegram (ST/1192/2025) pada 6 Mei 2025. Surat ini berisi perintah pengerahan pasukan TNI Angkatan Darat (AD) untuk mengamankan Kejati dan Kejari di seluruh Indonesia.
- Kejati: 1 Satuan Setingkat Tim (SST) atau sekitar 30 personel.
- Kejari: 1 regu atau sekitar 10 personel.
Jika personel AD kurang, bisa dibantu oleh Angkatan Laut (AL) dan Angkatan Udara (AU). Penugasan ini berlaku sejak 1 Mei 2025 dengan sistem rotasi bulanan.
Latar Belakang: Dari Kasus Korupsi ASABRI hingga Operasi Sikat Jampidsus
Pengamanan oleh TNI di Kejagung sebenarnya sudah berlangsung sejak 2022, saat Kejaksaan mengusut kasus korupsi PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) yang merugikan negara Rp 22,78 triliun.
Kehadiran TNI semakin menguat setelah pembentukan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (Jampidmil), yang dipimpin perwira tinggi aktif TNI. Personel militer juga ditempatkan di beberapa posisi strategis di Kejagung.
Pada pertengahan Juni 2024, situasi sempat memanas ketika penyidik Kejagung menangani kasus korupsi timah di Bangka Belitung (kerugian Rp 300 triliun). Saat itu, terjadi aksi intimidasi terhadap Jampidsus Febrie Adriansyah, termasuk konvoi bersenjata di luar kompleks Kejagung.
TNI Tegaskan Ini Bentuk Kerja Sama Rutin
Kapuspen TNI Mayjen Kristomei Sianturi menegaskan bahwa surat telegram tersebut bukan karena keadaan darurat, melainkan bagian dari kerja sama rutin dan preventif.
Dia juga memastikan bahwa kehadiran TNI tidak mengganggu proses hukum dan tetap dalam koridor yang berlaku.