Jakarta, CoreNews.id — Rencana pemerintah untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan (JKN) diminta tidak dilakukan secara terburu-buru. Diperlukan kajian yang bukan hanya berdasar cash flow dan struktur cost saja, tetapi juga harus ada kajian musabab apa sehingga tarif perlu dinaikkan.
Hal ini disampaikan Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI), Tulus Abadi di Jakarta, (7/7/2025). Menurut Tulus, pemerintah diharap mempertimbangkan opsi menambah subsidi untuk program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ketimbang langsung menaikkan iuran peserta. Pemerintah dan management PBJS Kesehatan juga seharusnya melakukan audit terhadap berbagai praktik dugaan fraud, yang ini jelas menjadi pemicu inefisiensi finansial dan cash flow BPJS Kesehatan.
Adanya beban biaya pengobatan penyakit tidak menular (PTM) yang besar seperti stroke, jantung koroner, kanker, dan diabetes yang pada 2024 lalu mencapai Rp 37 triliun, dinilai karena pemerintah lalai dalam menekan prevalensi penyakit tidak menular dengan tidak melakukan upaya mitigasi serius. Sebagaimana misalnya pengendalian konsumsi minuman berpemanis dan rokok yang menjadi penyebab utama PTM. Sebagai akibatnya, tingginya angka penyakit ini terus menggerogoti keuangan BPJS Kesehatan.*