Jakarta, CoreNews.id – Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, menilai fenomena pengunggahan foto warga ke aplikasi berbasis kecerdasan buatan (AI) tanpa izin merupakan perbuatan melawan hukum.
Fenomena tersebut muncul dari praktik sejumlah fotografer yang mengunggah foto peserta lari atau event marathon ke aplikasi berteknologi face recognition, di mana warga bisa menemukan dan membeli foto dirinya melalui sistem digital tersebut.
Menurut Suparji, tindakan memfoto dan mengunggah tanpa izin melanggar hak asasi manusia dan dapat menimbulkan konsekuensi hukum.
“Dalam perspektif hukum, perbuatan tersebut dikualifikasi melawan hukum. Kenapa, karena perbuatan tersebut bertentangan dengan HAM seseorang, karena tanpa izin,” ujar Suparji, Selasa (28/10/2025).
Ia menambahkan, aktivitas tersebut berpotensi melanggar sejumlah aturan, mulai dari UU Hak Cipta, UU ITE, UU Perlindungan Data Pribadi (PDP), hingga UU Pornografi, tergantung konten foto dan motif pelaku.
“Jadi, sangat tergantung konten dari foto tersebut. Tapi secara keseluruhan itu ada unsur melawan hukum, ada unsur merugikan pihak lain. Saya kira enggak bisa dibantah lagi,” katanya.
Suparji menjelaskan bahwa foto seseorang merupakan ranah pribadi, sehingga penyebaran tanpa izin merupakan pelanggaran serius, baik secara etika maupun hukum.
Namun, ia membedakan antara penggunaan foto untuk kepentingan komersial dan pemberitaan. Foto jurnalistik masih dilindungi undang-undang karena tidak bersifat komersial.
“Bukan sekadar unsur informasi, apalagi kepentingan media. Untuk kepentingan media kan terlindungi, bukan komersial. Jadi sangat dipengaruhi tentang mens rea-nya, niat jahatnya,” tegasnya.
Suparji juga mendesak pemerintah agar segera membuat regulasi khusus terkait fenomena tersebut, termasuk panduan hukum dan penegakannya.
“Salah satunya mengingatkan, minta maaf, intinya petunjuk teknis untuk penegakkan hukumnya,” tutup Suparji.











