Jakarta, CoreNews.id – Ketegangan di kawasan Teluk semakin memanas setelah Parlemen Republik Islam Iran menyetujui usulan penutupan Selat Hormuz terhadap seluruh kegiatan pelayaran. Langkah ini diambil sebagai respons atas serangan Amerika Serikat ke sejumlah fasilitas nuklir Iran.
“Parlemen telah mencapai kesimpulan bahwa Selat Hormuz harus ditutup,” ujar Mayor Jenderal Esmaeli Kowsari, anggota Komisi Keamanan Nasional Parlemen Iran, dalam siaran televisi nasional Press TV, Minggu (23/6/2025).
Kowsari menambahkan bahwa keputusan final mengenai penutupan jalur laut strategis itu akan ditentukan oleh Dewan Keamanan Tertinggi Nasional, otoritas keamanan tertinggi di Iran.
Selat Hormuz dikenal sebagai salah satu jalur pelayaran paling vital di dunia, dengan sekitar 20 persen pasokan minyak global melewatinya setiap hari. Jika benar-benar ditutup, dampaknya terhadap perdagangan energi dunia bisa sangat besar, dan akan memperburuk lonjakan harga minyak yang saat ini sudah terjadi.
Langkah parlemen Iran ini muncul setelah Presiden AS Donald Trump mengonfirmasi bahwa militer AS telah menyerang tiga fasilitas nuklir utama Iran yang berada di Fordow, Natanz, dan Isfahan pada Minggu pagi.
Serangan ini merupakan bagian dari eskalasi besar antara Iran dan aliansi Israel-AS sejak 13 Juni lalu, saat Israel melancarkan serangan militer ke Iran. Iran membalas dengan serangan rudal, yang memicu konflik terbuka antara kedua negara dan memperluas keterlibatan Amerika Serikat.
Potensi penutupan Selat Hormuz semakin menambah ketegangan geopolitik dan risiko gangguan pasokan energi global. Langkah tersebut dipandang sebagai “kartu truf” terakhir Iran jika tekanan internasional dan ancaman terhadap kedaulatannya terus berlanjut.
Situasi ini mengundang kekhawatiran dunia internasional, karena jika konflik semakin meluas, dampaknya bukan hanya terhadap stabilitas kawasan, tetapi juga terhadap pasar energi global dan keamanan pelayaran internasional.