Waspada Virus Hanta! Ini Gejala dan Cara Pencegahan Penularannya

Jakarta, CoreNews.id – Kementerian Kesehatan RI melaporkan delapan kasus terkonfirmasi virus Hanta tipe Haemorrhagic Fever with Renal Syndrome (HFRS) per 19 Juni 2025. Kasus tersebar di Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara. Sebelumnya, satu kasus di Kabupaten Bandung Barat sudah sembuh setelah dirawat di RSUP Hasan Sadikin Bandung.

Hantavirus adalah virus dari genus Orthohantavirus yang ditularkan oleh tikus, terutama Rattus norvegicus (tikus got) dan Rattus tanezumi (tikus rumah). Penularan terjadi melalui paparan air liur, urine, atau kotoran tikus yang mengering lalu terhirup.

Infeksi hantavirus pada manusia terbagi menjadi dua tipe:

1. Haemorrhagic Fever with Renal Syndrome (HFRS)
   Paling banyak ditemukan di Asia dan Eropa, termasuk Indonesia. Masa inkubasi 1–2 minggu dengan tingkat kematian 5–15 persen. Gejala awal:

• Demam
• Sakit kepala
• Nyeri punggung
• Mual
• Mata kemerahan
• Ruam

Pada tahap lanjut bisa timbul oliguria, anuria, perdarahan saluran cerna, dan gangguan saraf serta pernapasan.

2. Hantavirus Pulmonary Syndrome (HPS)
   Lebih sering terjadi di Amerika. Masa inkubasi 14–17 hari dengan kematian hingga 60 persen. Gejalanya:

• Demam
• Nyeri otot
• Lemas
• Batuk
• Sesak napas
• Nyeri perut
• Muntah dan diare

Jika tidak segera ditangani, HPS bisa menyebabkan kerusakan paru, gangguan napas berat, hingga syok. Penularan virus Hanta tidak terjadi antar-manusia, kecuali dalam kasus langka. Umumnya, penularan melalui:

• Menghirup partikel virus dari kotoran, urine, atau air liur tikus.
• Menyentuh permukaan terkontaminasi lalu menyentuh mulut, hidung, atau mata.
• Gigitan tikus (jarang).

Cara Pencegahan:

• Menjaga kebersihan rumah dan gudang.
• Menghindari kontak langsung dengan tikus.
• Menggunakan alat pelindung diri saat bekerja di area berisiko.
• Membuka ventilasi sebelum membersihkan area lama tak terpakai dan menggunakan disinfektan.

Saat ini belum ada obat khusus untuk virus Hanta. Pengobatan bersifat simtomatik dan suportif. Deteksi dini dan penanganan cepat menjadi kunci pemulihan.