Jakarta, CoreNews.id – PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia menilai perekonomian Indonesia akan tetap solid saat memasuki 2026, meskipun ketidakpastian global masih tinggi. Ketahanan ekonomi domestik dinilai ditopang oleh stabilitas makro, penguatan konsumsi rumah tangga, serta prospek komoditas yang tetap konstruktif.
Chief Economist & Head of Research Mirae Asset, Rully Arya Wisnubroto, menyebut sinergi kebijakan fiskal dan moneter, potensi penguatan rupiah, serta dorongan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi fondasi utama bagi pertumbuhan dan sentimen pasar tahun depan.
“Emas, batu bara, dan nikel masih menjadi penopang kuat sektor eksternal Indonesia dan terus menawarkan peluang investasi,” ujar Rully dalam Media Day di Jakarta, Kamis (4/12/2025).
Mirae Asset memproyeksikan ekonomi nasional tumbuh 5,3% pada 2026 dan 5,4% pada 2027, dengan inflasi terkendali di 2,5%. Sementara itu, nilai tukar rupiah diperkirakan menguat menuju Rp16.500 per dolar AS pada akhir 2026 seiring melemahnya indeks DXY dan meningkatnya efektivitas koordinasi kebijakan fiskal–moneter.
Rully mencermati lanskap global tahun depan masih dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi Tiongkok, meningkatnya proteksionisme Amerika Serikat, serta siklus pemangkasan suku bunga di negara maju. Namun, ekspor komoditas utama seperti emas, batu bara, dan ferroalloys diyakini tetap tangguh karena permintaan yang reresilie
Pada kesempatan yang sama, Farras Farhan, Senior Research Analyst Mirae Asset, menjelaskan bahwa 2026 akan menjadi tahun divergensi kinerja komoditas. Ia menilai emas masih menjadi aset unggulan dengan potensi harga bertahan di atas USD4.000 per ons, didorong ekspektasi penurunan suku bunga The Fed, permintaan bank sentral global, serta pemulihan arus masuk ETF.
“Emas akan tetap defensif dan atraktif, batu bara solid dari sisi arus kas, sementara nikel memasuki fase penyesuaian pasar yang lebih panjang,” jelasnya.
Kondisi tersebut membuat saham seperti ANTM dan BRMS dinilai berpotensi mendapat katalis dari harga emas tinggi. Di batu bara, ADRO dan ADMR dinilai resilien berkat arus kas kuat dan hilirisasi, termasuk proyek aluminium hijau ADMR. Sementara NCKL dipandang menarik melalui integrasi rantai pasok nikel, dan AADI menjadi pilihan di segmen saham berdividen.
Selain komoditas, Mirae Asset juga menyoroti katalis pertumbuhan dari sektor konsumsi, telekomunikasi, dan infrastruktur digital.
Program MBG diperkirakan mengerek permintaan protein dan produk FMCG, sementara tren penurunan suku bunga dapat meningkatkan sentimen re-rating untuk operator menara dan jaringan fiber optik.









