Jakarta, CoreNews – Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Surat Edaran MA No. 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk Bagi Hakim Dalam Sidang Pencatatan Perkawinan Beda Agama dan Keyakinan. Namun, langkah tersebut dinilai belum cukup untuk mengakhiri runyamnya urusan perkawinan lintas agama di Indonesia.
Ahmad Tholabi Kharlie, Guru Besar Hukum Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menyambut baik diundangkannya SEMA No. 2 Tahun 2023, yang menegaskan kembali semangat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf f UU Perkawinan 1974, yang menyatakan bahwa perkawinan yang sah apabila dilangsungkan menurut agama dan keyakinannya. “SEMA No 2 Tahun 2023 cukup positif dalam supremasi UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya di lembaga peradilan,” ungkap Tholabi sperti diterima redaksi, Sabtu (22/72023).
Baca Juga: Desain Baju Ganjar, ‘Cawe-Cawe’ Jokowi Dimulai
Meski demikian, Wakil Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengatakan, SEMA nomor 2 Tahun 2023 bukan berarti berakhirnya perkawinan beda agama. Menurutnya, karena adanya Pasal 35 huruf (a) UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang dilandasi spirit pemenuhan hak administrasi warga tanpa praktik diskriminatif. “Realitas ini harus diselesaikan melalui harmonisasi antar-norma di sejumlah peraturan perundang-undangan. Jadi, SEMA saja tidak cukup,” tegas Tholabi.
sebab itu, lanjut Tholabi, pertentangan antar UU Perkawinan dan UU Adminduk harus diselesaikan dengan harmonisasi undang-undang, termasuk putusan terdahulu. “Ini harus dituntaskan dengan tetap berpegang pada konstitusi yang mengatur soal agama dan HAM yang khas Indonesia,” tegasnya.