Jakarta, CoreNews.id – Israel dan kelompok militan Palestina Hamas terlibat perang sejak Sabtu (7/10), yang menyebabkan ratusan orang tewas dan ribuan lainnya luka-luka di kedua pihak. Pemerintah Israel secara resmi telah mendeklarasikan perang terhadap Hamas, usai digempur lewat serangan darat, udara, dan laut.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pun bersumpah negaranya akan melakukan pembalasan lewat “balas dendam besar” dan bersiap untuk “perang yang panjang dan sulit”.
Lantas siapa sebenarnya kelompok militan Hamas yang menyerang Israel?
Melansir dari Al Jazeera, Hamas merupakan akronim dari Ḥarakah al-Muqāwamah al-ʾIslāmiyyah atau dapat diartikan secara harfiah sebagai Gerakan Perlawanan Islam.
Dalam bahasa Arab, Hamas juga dapat diartikan sebagai “zeal” atau “semangat”.
Secara politis, Hamas bergerak secara aktif di Jalur Gaza, wilayah dengan luas sekitar 365 kilometer persegi yang dihuni oleh lebih dari dua juta penduduk Palestina.
Namun, rakyat di daerah Gaza tidak dapat mendapatkan akses menuju teritori Palestina lain, karena blokade yang dilakukan oleh Israel.
Di wilayah Jalur Gaza, Hamas telah berkuasa sejak 2007 usai perang singkat melawan pasukan Fatah yang saat itu berada di bawah kekuasaan Presiden Mahmoud Abbas, pemimpin Palestinian Authority and Palestine Liberation Organization (PLO).
Hamas sendiri didirikan di Gaza pada 1987 oleh seorang imam bernama Sheikh Ahmed Yazin dan ajudannya bernama Abdul Aziz al-Rantissi. Pendirian Hamas tak lama setelah terjadinya Intifada, sebuah pemberontakan melawan pendudukan Israel di wilayah Palestina.
Gerakan Hamas bermula sebagai cabang dari Ikhawnul Muslimin di Mesir yang menciptakan sayap militer bernama Izz al-Din al-Qassam Brigades, untuk melancarkan perjuangan bersenjata melawan Israel serta dengan tujuan utama membebaskan wilayah Palestina yang bersejarah.
Selain itu, Hamas juga menyediakan berbagai program kesejahteraan sosial bagi rakyat Palestina yang menjadi korban pendudukan Israel. Berbeda dengan PLO, Hamas tidak mengaku kedaulatan negara Israel namun menerima status negara Palestina berdasarkan penetapan wilayah dan batas negara tahun 1967.
“Kami tidak akan menyerahkan sejengkal pun dari tanah air Palestina, terlepas dari tekanan-tekanan terbaru dan terlepas dari berapa lama pendudukan ini,” kata Khaled Meshaal, salah seorang pemimpin Hamas yang diasingkan, pada 2017.
Secara tegas, Hamas menentang perjanjian perdamaian Oslo yang melibatkan Israel dan PLO pada pertengahan 1990-an lalu. Kelompok ini secara resmi berkomitmen untuk mendirikan negara Palestina dalam batas-batasnya sendiri.
Dalam mencapai tujuannya, Hamas kerap melakukan serangan terhadap tentara, penduduk dan warga sipil Israel, baik di wilayah Palestina yang terjajah, maupun di wilayah kedaulatan Israel.