Jakarta, CoreNews.id – Di antara pelbagai doa terkait utang yang diajarkan Nabi Muhammad SAW, salah satunya, yaitu:
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ
Allahumma inni a’uudzu bika min al-ma’tsami wa almaghram. Artinya, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari berbuat dosa dan lilitan utang.”
Seorang sahabat Nabi SAW bertanya mengenai doa dengan kalimat tersebut. “Wahai Rasulullah, mengapa engkau banyak meminta perlindungan kepada Allah dari perkara utang?”
Maka, beliau menjawab:
إنَّ الرَّجُلَ إذَا غَرِمَ، حَدَّثَ فَكَذَبَ، ووَعَدَ فأخْلَفَ
“Sungguh, seorang apabila sedang berutang ketika berbicara biasanya berdusta dan bila berjanji sering mengingkarinya.”
Disiplin membayar utang dapat menghindarkan seseorang dari tabiat gemar berbohong. Dengan memenuhi kewajiban yang ada, ia tidak hanya melegakan hatinya sendiri, melainkan juga orang lain, yakni yang memberikan pinjaman kepadanya.
Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW berdoa sebagai berikut:
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari siksa kubur, dari fitnah al-Masih Dajjal, dari fitnah kehidupan, dan dari fitnah kematian. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari hal-hal yang menyebabkan dosa, dan dari berutang.“
Rasulullah SAW sudah mengingatkan umatnya. Ketika mereka berutang, segeralah lunasi kewajiban tersebut. Jika seseorang sengaja melambat-lambatkan pembayaran utang, sungguh ia telah melakukan dosa.
Barang siapa yang mengambil harta manusia (berutang) dengan niat ingin melunasinya, maka Allah SWT akan (memudahkan) melunaskannya.
Dan barang siapa yang berutang dengan niat ingin merugikan seseorang (si pemberi utang), Allah SWT akan membinasakannya, demikian sabda Nabi SAW.
Ada pula sebuah kisah ketika Rasulullah SAW sempat tidak mau menshalati jenazah seorang Mukmin yang gugur di medan jihad. Sebab, almarhum diketahui masih memiliki utang. Demikianlah isyarat tentang beratnya dosa melalaikan pembayaran utang.
Seseorang yang sengaja mengabaikan pembayaran utang, kelak dirinya termasuk golongan yang sangat merugi di Hari Pengadilan.
Di akhirat, orang yang berutang akan diambil pahala-pahala kebaikan yang telah dilakukannya di dunia. Ganjaran kebajikan itu lalu diberikan kepada orang yang dahulu memberikannya utang.
Jika pahala-pahalanya habis, maka keburukan-keburukan dari orang yang berpiutang dilimpahkan kepada orang yang berutang.
Sumber : Hikmah Republika oleh Ustaz Amir Faishal