Jakarta, CoreNews.id – Pemerintah menargetkan bauran energi terbarukan di sektor ketenagalistrikan mencapai 15,9 persen pada 2025 dan meningkat menjadi 21 persen pada 2030. Target tersebut tercantum dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2025. Namun, hingga kini realisasinya masih tertinggal. Bauran energi terbarukan baru menyentuh angka 15 persen, sementara investasi stagnan di kisaran USD 1,5–1,8 miliar per tahun, jauh di bawah target USD 2,6 miliar pada 2024.
Struktur industri kelistrikan yang terpusat pada PLN dinilai menjadi salah satu penghambat utama. Sebagai pembeli tunggal (single buyer), PLN menguasai seluruh rantai pembangkitan, transmisi, distribusi, hingga penjualan tenaga listrik. Hal ini membatasi fleksibilitas pengembangan energi terbarukan secara agresif, khususnya untuk memenuhi permintaan konsumen bisnis dan industri.
Melihat tantangan tersebut, RE100, Institute for Essential Services Reform (IESR), dan Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) mengusulkan skema Pemanfaatan Bersama Jaringan Transmisi (PBJT) sebagai solusi. Skema ini dinilai dapat membuka akses bagi pengembang energi terbarukan untuk menyalurkan listrik langsung kepada konsumen industri, sekaligus memberikan tambahan pemasukan bagi PLN dari sewa jaringan dan layanan tambahan.
“Penggunaan bersama jaringan transmisi dan distribusi memiliki potensi besar untuk mempercepat investasi swasta dalam masa depan energi terbarukan Indonesia. Dengan lebih dari 130 anggota RE100 yang beroperasi di Indonesia, permintaan akan listrik terbarukan sudah ada. Yang kini dibutuhkan adalah pasar energi yang memungkinkan Indonesia bersaing dengan negara-negara tetangga, serta mewujudkan posisinya sebagai pemimpin dalam pengakhiran dini operasional PLTU batu bara dan visi Indonesia Emas 2045. Bersama PLN, anggota RE100 siap memperluas jaringan listrik dan menciptakan solusi yang saling menguntungkan bagi dunia usaha dan pemerintah,” ujar Ollie Wilson, Head of RE100, Climate Group.
Kajian terbaru bertajuk Mempercepat Investasi Energi Terbarukan di Indonesia – Pemanfaatan Bersama Jaringan Transmisi menekankan empat prinsip utama skema PJBT. Pertama, akses dan penyaluran langsung dari pembangkit ke konsumen industri. Kedua, penerapan tarif yang adil dan transparan. Ketiga, keterhubungan proyek ke jaringan dalam waktu dan biaya wajar. Keempat, kontrak yang jelas, mencakup komitmen pasokan, aturan jaringan, serta kontribusi pada biaya penyeimbangan jika diperlukan.
Menurut Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, skema ini tidak hanya memberi manfaat bagi sektor energi, tetapi juga membuka potensi pendapatan baru bagi PLN.
“PJBT akan memberikan manfaat jangka panjang yang lebih besar bagi Indonesia. Ketentuan ini akan dapat meningkatkan daya tarik investasi asing untuk membangun industri yang berorientasi ekspor dan investasi pada pembangkit listrik terbarukan. Seharusnya manfaat untuk kepentingan bangsa ini yang dilihat oleh pemerintah, DPR dan segenap pihak,” kata Fabby.
Kajian IESR juga mengungkap potensi teknis energi terbarukan di Indonesia yang mencapai lebih dari 3,7 TW, dengan 333 GW di antaranya secara ekonomi layak dikembangkan dengan regulasi tarif saat ini. Skema PJBT memungkinkan proyek-proyek baru tumbuh di luar RUPTL PLN, sekaligus memperkuat infrastruktur jaringan nasional.
Di sisi lain, IEEFA mencatat bahwa skema PJBT bisa menghasilkan manfaat finansial besar bagi PLN. Mutya Yustika, Spesialis Keuangan Energi IEEFA Indonesia, menyebut bahwa skema ini berpotensi mendatangkan investasi pembangkit hingga USD 5 miliar per tahun, serta membantu menutup celah pendanaan infrastruktur kelistrikan yang diperkirakan mencapai USD 146 miliar.
Agar implementasi PJBT berjalan optimal, kajian ini merekomendasikan sejumlah langkah strategis, antara lain: penetapan biaya tambahan awal bagi pengembang untuk peningkatan infrastruktur jaringan, pembentukan anak perusahaan khusus transmisi di bawah PLN guna mendorong transparansi biaya, serta penetapan sistem kuota tahunan dan rencana pengembangan listrik terbarukan yang lebih terstruktur.
Jika diterapkan dengan tepat, PJBT berpotensi menjadi mekanisme baru yang menguntungkan semua pihak; pemerintah, PLN, swasta, dan konsumen industry dalam mewujudkan masa depan energi bersih Indonesia.