Jakarta, CoreNews.id – Target penerimaan pajak dalam RAPBN 2026 menjadi sorotan publik. Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, menilai bahwa tidak semua pos penerimaan pajak berada pada jalur yang sama untuk bisa tercapai.
Menurutnya, target penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) masih tergolong realistis. Pemerintah menetapkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2026 sebesar 5,4%, sehingga target kenaikan penerimaan PPN dan PPnBM sebesar 11,7% dinilai masih bisa dicapai.
Namun, berbeda dengan Pajak Penghasilan (PPh). Target penerimaan PPh dalam RAPBN 2026 dipatok naik hingga 15%, yang menurut Fajry cukup sulit untuk direalisasikan. Ia menegaskan bahwa capaian tersebut membutuhkan terobosan besar yang bisa memobilisasi penerimaan dalam waktu singkat, sesuatu yang dinilainya tidak mudah dilakukan mengingat dinamika politik dan ekonomi.
“Dengan risiko politik yang ada, sulit rasanya pemerintah menggunakan instrumen kebijakan pada tahun depan,” ujar Fajry, dikutip dari pemberitaan media nasional, Senin (18/8/2025).
Lebih lanjut, Fajry mengingatkan pemerintah agar lebih berhati-hati dalam menetapkan target. Ia menilai bahwa kondisi ketidakpastian ekonomi di tahun 2026 seharusnya membuat pemerintah memberi ruang lebih bagi pelaku usaha.
“Seharusnya target penerimaan tumbuh single-digit pada tahun depan. Jika target penerimaan terlalu tinggi dari potensinya, saya takutkan akan terjadi aggressive tax collection,” tegasnya.
Menurutnya, risiko pungutan pajak yang agresif justru bisa menekan dunia usaha yang tengah berusaha bertahan. Alih-alih mendorong pertumbuhan ekonomi, kebijakan tersebut bisa menciptakan beban baru.
“Pelaku usaha justru membutuhkan insentif fiskal untuk menggerakkan ekonomi ketika ketidakpastian masih tinggi,” tambahnya.