Jakarta, CoreNews.id – Hypefast menyoroti tantangan dalam industri ritel di Indonesia yang semakin meluas khususnya dalam dunia pemasaran yaitu Marketing Fatigue, atau Kelelahan Pemasaran. Marketing Fatigue merupakan sebuah fenomena ketika pasar merasa jenuh dengan aktivitas pemasaran.
Dengan berbekal data yang telah dirangkum oleh timnya, Hypefast menjelaskan alasan di balik menurunnya minat konsumen terhadap pesan pemasaran secara umum.
Mengatasi Kelelahan Pemasaran: Seruan untuk Keterlibatan Autentik Pihak Brand
Kelelahan Pemasaran telah muncul sebagai masalah mendesak dalam lanskap ritel, ditandai dengan rasa jenuh yang dialami oleh konsumen akibat bombardir iklan dan promosi yang tiada henti. Kejenuhan ini telah mengarah pada desensitisasi dan penurunan minat terhadap komunikasi pemasaran, yang secara signifikan turut mempengaruhi loyalitas brand, serta kepercayaan dan persepsi terhadap brand secara keseluruhan. Hypefast menekankan dampak negatif dari praktik pemasaran yang tidak personal, khususnya yang didorong oleh ketergantungan berlebihan pihak brand pada Artificial Intelligence (AI).
Mengutip survei terbaru dari Optimove yang menyoroti preferensi konsumen untuk pesan pemasaran, 73% responden menyatakan mereka memilih untuk menerima pesan promosi yang lebih sedikit, dengan isi pesan yang lebih resonan bagi mereka.
Solusi: Pentingnya Personalisasi dan Authenticity dalam Strategi Pemasaran
Menghadapi tantangan ini, Hypefast meng-advokasi perubahan strategis brand lokal lewat pendekatan pemasaran yang bersifat lebih personal dan otentik. Brand perlu memahami dan memprioritaskan kebutuhan konsumen modern akan pentingnya menjalin hubungan yang genuine dengan pihak brand daripada sekedar memasarkan produk secara masif.
Selain itu, Hypefast juga menyarankan brand untuk dapat fokus menjalin kerja sama dengan nano maupun micro-influencers. Individu-individu ini, meskipun memiliki pengikut yang lebih kecil, terlibat secara mendalam dengan audiens mereka dan membawa tingkat relasi dan komunikasi yang lebih efektif serta relevan dengan para konsumen.
Selain itu, Hypefast juga mendukung integrasi konten yang dihasilkan pengguna media sosial atau yang dikenal dengan User Generated Content (UGC), dilengkapi dengan pemanfaatan kanal offline untuk melawan rasa jenuh terhadap pemasaran digital. Dengan mendorong ulasan pelanggan yang otentik dan menciptakan pengalaman ritel yang nyata lewat rangkaian acara dan interaksi fisik di toko, brand dapat membina koneksi yang lebih kuat dan lebih personal dengan audiens mereka.
Visi untuk Masa Depan: Utamakan Kualitas Daripada Kuantitas
Sebagai bentuk dukungan terhadap brand lokal agar dapat terus tumbuh secara berkelanjutan, Hypefast menekankan pentingnya kualitas daripada kuantitas khususnya dalam strategi pemasaran. “Pelaku brand lokal harus merancang strategi pemasaran yang resonan dengan beragam karakteristik pasar; dengan minat, preferensi, dan masalah mereka yang unik,” jelas Achmad Alkatiri, CEO dan Founder Hypefast, dikutip dari keterangannya, 14/06/2024.
“Dengan demikian, brand perlu memahami dan memenuhi kebutuhan spesifik pelanggan mereka. Dengan fokus pada penciptaan konten, iklan, pesan elektronik, dan situs yang tak hanya menarik perhatian audiens saja, namun juga berkesan dan selaras dengan nilai dan minat konsumen. Sehingga brand dapat secara efektif mengatasi kelelahan pemasaran dan membangun hubungan yang langgeng dengan konsumen mereka,” tutup Achmad.