Jakarta, CoreNews.id – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memutuskan memberhentikan sementara operasi tambang PT GAG Nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, menyusul meningkatnya kritik terhadap dampak lingkungan dari aktivitas pertambangan di kawasan konservasi tersebut.
“Untuk sementara kita hentikan operasinya. Kami akan lakukan verifikasi lapangan terlebih dahulu, dan hasilnya akan kami sampaikan setelah proses cross-check selesai,” kata Bahlil dalam konferensi pers di Kantor ESDM, Kamis (5/6/2025).
Menurut Bahlil, terdapat lima Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di wilayah Raja Ampat, namun hanya PT GAG Nikel—anak usaha PT Antam Tbk—yang saat ini aktif beroperasi. Ia menegaskan bahwa izin produksi perusahaan tersebut diberikan pada 2017, sebelum dirinya menjabat di pemerintahan.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan, dan Pertanahan Papua Barat Daya Julian Kelly Kambu menyebut selain GAG Nikel, ada satu lagi perusahaan tambang nikel aktif di Raja Ampat, yakni PT Kawei Sejahtera Mining. Keduanya mengantongi IUP saat Raja Ampat masih berada di bawah administrasi Papua Barat.
Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam, mengaku pihaknya kesulitan mengambil tindakan atas dampak lingkungan yang terjadi karena kewenangan izin berada di tangan pemerintah pusat.
“97 persen wilayah Raja Ampat adalah daerah konservasi. Ketika terjadi pencemaran, kami tak bisa berbuat banyak karena kewenangan kami terbatas,” ujar Orideko di Sorong, Sabtu (31/5).
Sebelumnya, penolakan terhadap tambang nikel di kawasan tersebut juga muncul dalam aksi protes oleh Greenpeace Indonesia dan empat pemuda Papua saat konferensi Indonesia Critical Minerals 2025 di Jakarta, Selasa (3/6/2025).
Mereka membawa spanduk bertuliskan “Nickel Mines Destroy Lives” dan “Save Raja Ampat from Nickel Mining”, serta menerbangkan banner bertuliskan “What’s the True Cost of Your Nickel?” di tengah pidato Wakil Menteri Luar Negeri Arief Havas Oegroseno.