Jakarta, CoreNews.id – Khitan atau sunat adalah prosesi memotong kulit yang menutup ujung alat kelamin laki-laki agar tidak terpenuhi kotoran. Sebagai bagian dari syiar Islam, khitan merupakan tradisi yang telah berlaku sejak masa silam. Bahkan, Nabi Muhammad mengkhitankan kedua cucu beliau, Hasan dan Husain, ketika mereka berumur delapan hari.
Anjuran Melaksanakan Khitan
Pada hakikatnya, khitan telah disyariatkan jauh sebelum Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah untuk umat muslim di seluruh muka bumi. Disebutkan dalam sebuah riwayat, Nabi Ibrahim AS merupakan salah satu utusan Allah SWT yang diberi syariat atas khitan.
احْتَتَنَ إِبْرَاهِيمُ النَّبِيُّ ﷺ وَهُوَ ابْنُ ثَمَانِينَ سَنَةٌ بِالْقَدُومِ
Artinya: “Nabi Ibrahim berkhitan ketika berusia 80 tahun menggunakan kapak.” (HR Bukhari).
Hal itu kemudian dilanjutkan dengan terus dilakukan hingga umat Nabi Muhammad SAW sebagaimana adanya perintah bagi umat Islam agar mengikuti tata cara ritual Nabi Ibrahim AS. Sebab, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 123:
ثُمَّ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ أَنِ ٱتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَٰهِيمَ حَنِيفًا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ
Artinya: “Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.”
Maksud perintah (kewajiban) mengikuti agama Nabi Ibrahim AS pada ayat tersebut adalah melaksanakan seluruh ajarannya, termasuk di dalamnya khitan. Oleh karena itu, ayat tersebut dijadikan dasar hukum khitan bagi laki-laki dalam agama Islam.
Hal tersebut juga berkaitan erat dengan perintah berkhitan bagi umat Nabi Muhammad SAW secara khusus disebutkan dalam beberapa nash syar’i, salah satunya hadits berikut.
خَمْسٌ مِنْ الْفِطْرَةِ : الاِسْتِحْدَادُ وَالْخِتَانُ وَقَصُّ الشَّارِبِ وَنَتْفُ الإِبْطِ وَتَقْلِيمُ الأَظْفَارِ
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Lima dari fitrah: memotong bulu kemaluan, khitan, memotong kumis, mencabut bulu ketiak, dan memotong kuku.” (HR Jama’ah).
Hukum Khitan Menurut Syariat
Mengutip buku Fikih Kontemporer yang ditulis oleh Drs. Sofwan, M.Ag., menurut Mahmud Syaltut, masalah khitan termasuk ke dalam masalah ijtihadiyah. Hal itu disebabkan karena tidak ada nas Al-Qur’an dan hadits yang shahih (jelas petunjuknya) yang menjelaskan masalah khitan. Oleh karena itu, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait hukum khitan.
Mazhab Maliki dan Hanafi menilainya sunnah berdasarkan hadits yang dituturkan Ahmad ibn Hanbal dan Al-Baihaqi yang menyatakan bahwa “khitan adalah sunnah bagi pria dan kehormatan bagi wanita.” Namun, ada yang menilai bahwa hadits tersebut dha’if.
Sementara itu, ulama Mazhab Syafi’i dan Hambali mewajibkan khitan bagi pria dengan alasan bahwa Nabi Muhammad SAW memerintahkan seseorang yang baru memeluk Islam agar berkhitan, sesuai dengan perintah Allah untuk mengukuti ajaran Nabi Ibrahim AS.