Jakarta, CoreNews.id – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa kesepakatan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat belum final. Pernyataan Gedung Putih soal tarif 19 persen masih akan dibahas lebih lanjut secara teknis.
“Perundingan masih akan terus berlangsung untuk bicara detail teknis karena masih ada beberapa kepentingan yang dijanjikan (AS) dan akan ditindaklanjuti,” ujar Airlangga dalam konferensi pers Joint Statement Indonesia-AS di Kemenko Perekonomian, Kamis (24/7/2025).
Indonesia disebut akan diberikan tarif impor lebih rendah, bahkan mendekati 0 persen, untuk beberapa komoditas sumber daya alam (SDA) seperti CPO, kopi, kakao, serta komponen pesawat dan produk industri dari kawasan free trade zone.
“Juga produk mineral lainnya, termasuk juga komponen pesawat terbang, dan komponen daripada produk industri di kawasan industri tertentu seperti di free trade zone… dimungkinkan lebih rendah dari 19 persen, mendekati 0 persen,” tegasnya.
Sementara itu, Agreement on Reciprocal Trade (ART) yang dirilis AS pada 22 Juli memuat kewajiban Indonesia membeli:
- Produk energi AS senilai US$15 miliar (Rp244,41 triliun)
- Produk pertanian US$4,5 miliar (Rp73,32 triliun)
- 50 unit pesawat Boeing
Airlangga juga menegaskan bahwa impor pangan dari AS dilakukan untuk produk yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri seperti kedelai, gandum, dan kapas.
“Yang kita impor adalah yang tidak diproduksi, kedelai, gandum, dan kapas… gandum itu berpengaruh terhadap inflasi volatile food,” jelasnya.
Terkait permintaan Presiden AS Donald Trump soal hilangnya hambatan impor pangan AS, Airlangga menolak jika disebut sebagai pembatasan impor.
“Terkait dengan neraca komoditas bukan pembatasan impor, tetapi itu lebih kepada data dari supply dan demand. Tidak ada pembatasan dari neraca komoditas,” tandasnya.